Setelah debat calon presiden (capres) 2019 kedua yang diselenggarakan di Hotel Sultan, Jakarta, pada Minggu (17/2) malam, kata 'unicorn' menjadi topik perbincangan masyarakat, khususnya di media sosial.
Hal itu dimulai ketika Joko Widodo bertanya lawannya, Prabowo, aoal apa yang akan dilakukannya untuk mendukung unicorn. "Infrastruktur apa yang akan Bapak bangun untuk mendukung pengembangan unicorn-unicorn Indonesia?" tanya Jokowi di sesi kelima dalam debat tersebut.
Prabowo yang tampak tidak terlalu memahami maksud istilah unicorn pun kembali bertanya sebelum menjawab. "Maksudnya apa itu? Yang online-online itu ya, Pak? Iya, Pak?" ujarnya.
Unicorn sendiri merupakan sebutan bagi perusahaan rintisan atau startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari 1 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14,1 triliun. Istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Aileen Lee, pendiri perusahaan modal ventura Cowboy Ventures.
Dalam risetnya pada 2013 lalu, Lee menemukan bahwa hanya 0,07% perusahaan teknologi yang menerima investasi dari pemodal ventura bisa bernilai 1 miliar dolar AS. Ia pun mencari istilah yang tepat untuk mempublikasikan temuannya ini.
(Baca juga: Disinggung dalam Debat Capres, Unicorn Indonesia Hampir Jadi Decacorn)
“Saya bermain dengan kata-kata yang berbeda seperti 'home run', 'megahit', dan mereka semua terdengar agak aneh. Jadi saya memasukkan 'unicorn' karena ini adalah perusahaan yang sangat langka, dalam arti bahwa ada ribuan startup di bidang teknologi setiap tahun, dan hanya segelintir yang akan menjadi unicorn. Mereka sangat langka," kata Lee, seperti dikutip International Business Times.
Selain menggambarkan kelangkaan, istilah unicorn bagi Lee membawa perasaan mistis dan lucu. Unicorn pun dinilainya menangkap semangat dari banyak startup yang bermimpi untuk meningkatkan valuasinya hingga melampaui US$ 1 miliar.
Setelah menemukan kata yang tepat, riset Lee dipublikasikan di TechCrunch dengan judul "Welcome To The Unicorn Club: Learn from Billion-Dollar Startups". Tulisan itu telah dibagikan lebih dari 19 ribu kali dan menjadi rujukan utama membahas startup berstatus unicorn.
Saat ini, berdasarkan data CBS Insights hingga Januari 2019, ada 325 startup unicorn di dunia. Dari jumlah itu, baru empat yang berasal dari Indonesia, yakni, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
(Baca: Lahan Disindir Jokowi, Prabowo: Kalau Tidak Menyerang, Tidak Lucu)
Setelah unicorn, istilah berikutnya untuk menggambarkan perkembangan startup adalah decacorn dan hectocorn. Decacorn merupakan sebutan untuk startup dengan valuasi US$ 10 miliar dan hectocorn bagi yang nilainya melampaui US$ 100 miliar.
Istilah decacorn dibuat oleh Bloomberg pada 2015. Untuk menunjukkan betapa langkanya decacorn, mereka mengatakan, "Itu adalah kata-kata yang dibuat berdasarkan pada makhluk yang tidak ada."
Toh, beberapa startup seperti Xiaomi, Uber, Airbnb, Dropbox, WeWork, sampai SpaceX telah menyandang sebutan itu. Dari Indonesia, Gojek pun disebut-sebut nyaris menjadi decacorn.
Sementara startup bernilai di atas US$ 100 miliar disebut hectocorn, ada pula yang menyematkan sebutan super unicorn. Namun, dengan modal super tebal, beberapa perusahaan seperti Apple, Google, Microsoft, Facebook, Oracle, dan Cisco tak lagi pusing soal istilah. Mereka terus berinvestasi dalam program riset untuk mengembangkan bisnisnya.
(Baca: Bantah Serang Prabowo, Jokowi: Kalau Personal Menyangkut Rumah Tangga)