Bantah Riset Spire, Gojek dan Grab Sebut Aplikasinya Lebih Aman

KATADATA | Ajeng Dinar Ulfiana
Driver Grab memarkirkan motornya di parkiran khusus Grab , Mall FX, Jakarta Selatan (22/11).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
30/1/2019, 19.07 WIB

Gojek membantah riset Spire Research and Consulting yang menyebut aplikasinya mudah dicurangi. Gojek menyatakan, 90% order fiktif di aplikasinya telah ditangkal.

"Sudah dihentikan oleh sistem kami, bahkan sebelum sampai ke pengguna aplikasi," kata juru bicara Gojek kepada Katadata, Rabu (30/1).

Gojek pun rutin mengadakan pertemuan dengan mitranya. "Kami selalu melakukan sosialisasi terkait pilar pelanggaran dan dampaknya terhadap ekosistem Gojek," kata dia.

Lebih lanjut, perwakilan Gojek tersebut menyatakan akan mempelajari riset Spire tersebut. Sebab, menurutnya perlu ada verifikasi lebih lanjut kait metodologi dan sampel respondennya guna memastikan validitas hasil risetnya.

(Baca: Aplikasi Gojek Disebut Lebih Banyak Dicurangi Ketimbang Grab)

Sementara itu, Juru bicara Grab mengatakan bahwa perusahaannya sudah menurunkan tingkat kecurangan secara hingga di bawah 1% dari total pesanan pada 2018. "Kami terus melakukan penyempurnaan agar segala bentuk kecurangan terhadap sistem kami dapat dieliminasi," ujarnya.

Setidaknya ada lima hal yang dilakukan Grab untuk mengurangi kecurangan. Pertama, menggunakan mesin pembelajar (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk mengelompokkan jutaan data pemesanan secara realtime guna mendeteksi order fiktif. Ketika order tersebut terdeteksi, maka akun mitra pengemudinya akan terblokir.

Kedua, penggunaan analisis data dan model statistik untuk memprediksi dan mengidentifikasi tindak kecurangan. Ketiga, meluncurkan fitur Anti-Tuyul guna meminimalkan lokasi palsu (fake GPS) pada Agustus 2018.

(Baca: Saingi Gojek, Grab Gandeng Hooq Merambah Bisnis Hiburan)

Keempat, fitur otentikasi mitra pengemudi yang diluncurkan pada Agustus 2018,. Melalui fitur ini, para mitra pengemudi wajib untuk mengambil dan mengunggah swafotonya sebelum memulai atau meneruskan perjalanan guna memastikan bahwa hanya pengemudi yang terverifikasi yang menggunakan akun tersebut.

Kelima, validasi manual. Caranya, Grab memeriksa seluruh dokumen fisik seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebelum merekrut mitra pengemudi.

"Kami akan terus meluncurkan fitur maupun program baru dalam upaya kami melindungi pendapatan mitra pengemudi yang jujur dan mengutamakan keselamatan penumpang," ujar dia.

Sebelumnya, perusahaan riset Jepang, Spire Research and Consulting menyatakan bahwa kecurangan di aplikasi Gojek bisa mencapai 30% dari total pesanan. Prosentase tersebut lebih tinggi ketimbang Grab yang hanya 5%. Namun, survei kualitatif hanya melibatkan 40 pengemudi dan 280 konsumen di Jakarta, Surabaya, Medan, dan Bandung pada November-Desember 2018. 

(Baca: Disuntik Modal Rp 12,9 Triliun, Go-Jek Segera Sandang Status Decacorn)

Dalam riset tersebut, modus kecurangan yang dilakukan mitra pengemudi beragam, mulai dari lokasi palsu (fake GPS), mark up atau menaikkan harga untuk layanan makanan seperti GrabFood atau Go-Food, aplikasi modifikasi (mod apps), order fiktif, hingga bekerja sama dengan pihak ketiga agar menjadi mitra prioritas.
Reporter: Desy Setyowati