Asosiasi Telekomunikasi Minta Pusat Data Tetap di Indonesia

Katadata/Linia Firsty Dea Shafira
Masyarakat Telekomunikasi (Mastel) Indonesia meminta pemerintah menunda relaksasi yang memungkinkan perusahaan membuka pusat data di luar negeri, Selasa (7/11).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
7/11/2018, 09.51 WIB

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) meminta pemerintah membatalkan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012. Dengan demikian, perusahaan teknologi tetap diwajibkan untuk memiliki fasilitas pusat data di Indonesia.

Alasannya, Indonesia belum memiliki Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi. "Relaksasi terhadap keharusan lokalisasi data bisa berdampak sistemik terhadap seluruh sektor di Indonesia di era ekonomi data," kata Ketua Umum Mastel Kristiono di Jakarta, Selasa (6/11).

Menurut Mastel, UU perlindungan data pribadi sangat penting. Sebab, masyarakat dunia bahkan menganggap data sebagai kunci bagi perekonomian di era digital. Bahkan, The Economist pun menyebut data sebagai minyak baru atau the new oil pada 2017.

Maka, kebijakan terkait data bisa menentukan seberapa besar potensi kue ekonomi yang diperoleh Indonesia. "Relaksasi kebijakan lokalisasi data ketika belum UU perlindungan data, perlu diperhitungkan secara cermat dan hati-hati terhadap potensi dampaknya," ujarnya.

Ia juga menyatakan bahwa pengaturan data tidak cukup dengan isu lokalisasi saja. Hal ini berkaitan dengan kepemilikan, hak untuk mengakses, kendali, dan pemanfaatan data untuk kepentingan nasional. Toh, sekarang UU Perlindungan Data Pribadi sudah masuk program legislatif nasional (prolegnas).

(Baca juga: Cara Kominfo Jamin Keamanan Data Server yang Berada di Luar Negeri)

Mastel berharap pemerintah bersabar, dan menunda relaksasi terkait lokalisasi data hingga UU ini terbit. Apabila pemerintah tetap ingin merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2012, Mastel berharap ada evaluasi mendalam, menyeluruh dan transparan.

Pemerintah juga diharapkan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) terkait, khususnya perwakilan industri dan asosiasi untuk membahas revisi tersebut. Sebab, industri akan menjadi pihak yang paling pertama merasakan dampak atas perubahan yang berlaku.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) beralasan, izin penggunaan server atau pusat data penyelenggara sistem elektronik di luar negeri adalah untuk efisiensi. Pusat data dinilai akan efisien bila ditempatkan di negara atau wilayah di mana data itu sering diakses.

Kendati begitu, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi dan Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan menjamin data tetap aman. Caranya, dengan mengelompokan data. Data strategis seperti yang berhubungan dengan keamanan negara dan intelijen, atau data kependudukan, itu disimpan di dalam negeri. Lalu, data yang diklasifikasikan memiliki dampak nasional juga disimpan di Tanah Air.

Penyumbang bahan: Linia Firsty Dea Shafira

Reporter: Desy Setyowati