Ritesh Agarwal membangun startup jaringan hotel bernama OYO pada Mei 2013, ketika usianya 18 tahun. Lima tahun berjalan, valuasi OYO diperkirakan mencapai US$ 5 miliar atau sekitar Rp 75 triliun sehingga menjadi salah satu unicorn di India.
OYO pun sudah menggandeng 10 ribu mitra yang tersebar di 350 kota di enam negara yakni India, Tiongkok, Malaysia, Nepal, Inggris, Uni Emirat Arab, dan yang terbaru Indonesia. Bahkan, OYO bisa melayani pemesanan lebih dari 125 ribu kamar hotel setiap harinya.
"Di awal kami tidak berpikir soal angka (keuntungan). Kami membangun banyak hal, sehingga kami mencapai kesuksesan," ujarnya di WeWork Revenue Tower, Jakarta, Kamis (18/10).
Ekspansi OYO disokong tambahan modal senilai US$ 1 miliar pada September 2018 lalu. SoftBank Vision Fund, Sequoia Capital dan Lightspeed Venture Partners menyuntikan dana senilai US$ 800 juta. Sisanya, berasal dari investor lain. Valuasi startup yang dipimpin Ritesh ini pun diperkirakan mencapai US$ 4-5 miliar.
Ritesh mengatakan, kunci untuk menjadi sukses adalah mengambil keputusan jangka panjang yang tepat untuk mengembangkn bisnis. “Tidak ada kesuksesan yang diraih dalam waktu cepat. Kesuksesan yang kami traih selama lima tahun ini adalah hasil keputusan jangka panjang,” kata dia.
Mengutip dari BusinessStandard, ide awal Ritesh mendirikan OYO adalah ketika ia bepergian dengan anggaran yang minim. Ia pun menginap di hotel bertarif rendah, dengan fasilitas yang menurutnya tidak cukup baik. Untuk itu, ia berpikir untuk membuat usaha pemesanan hotel online seperti Airbnb. Maka, ia pun mendirikan OYO dengan nama resmi Oravel Stays Pvt pada Mei 2013.
(Baca juga: Bawa Rp 1,5 Triliun, Startup Unicorn India OYO Jajal Pasar Indonesia)
Ritesh melihat adanya peluang dari pasar akomodasi dan hotel di India yang mencapai kurang dari US$ 7 miliar. Saat itu, OYO menerapkan bisnis model marketplace hotel atau akomodasi low budget. Hanya, tak banyak yang percaya dengan model bisnis OYO saat itu.
Mengutip dari QZ, Ritesh mengikuti program “20 under 20” Thiel Fellowship pada 2013. Ia pun menjadi satu-satunya warga India yang lolos program dua tahunan yang dirancang oleh pendiri PayPal, Peter Thiel tersebut. Ritesh pun mendapat uang senilai US$ 100 ribu dan mendapat bimbingan dari pengusaha, investor, dan ilmuwan di bidang teknologi di Silicon Valley, Amerika Serikat (AS).
Uang tersebut ia pakai untuk mengembangkan OYO. Kini, OYO mengadopsi model manajemen dan franchise (manchise). Yang mana, kontrol dan manajemen dipegang penuh oleh OYO. Ritesh menyebutkan, okupansi rata-rata akomodasi naik dari 25% menjadi 80%. Sejalan dengan kinerja tersebut, OYO memungut komisi hingga 25% dari mitranya.
Pertumbuhan bisnis OYO pun mencapai 300% setiap tahunnya, di mana, dua pertiga dari pengguna OYO pun merupakan pelanggan tetap. Pencapaian ini lebih tinggi dibanding pengembang hotel, Taj Group dan EIH Limited di India.
Forbes India melaporkan, pengembalian modal kerja (Return On Capital Employed/ROCE) OYO mencapai INR 125 crore. Dengan pendapatan operasional tumbuh 700% dan pemesanan kamar per malam naik 200%. ROCE ini menunjukan kepada investor seberapa banyak keuntungan yang dihasilkan dari setiap Rupee yang diinvestasikan.
Siapa yang sangka, Ritesh yang putus sekolah pada usia 17 tahun kini memimpin startup bernilai Rp 75 triliun. Mengutip dari EconomicTimes, Ritesh sebelumnya bekerja sebagai penjual SIM Card. Meski begitu, Ritesh rajin membuat program komputer sejak usia delapan tahun, setelah membaca buku-buku terkait komputer milik sang kakak. Ritesh sendiri besar di Rayagada, kota kecil di negara bagian Orissa, di India timur.