Media sosial punya pengaruh besar terhadap pilihan politik generasi muda. Survei Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan bahwa 60,6% generasi Z atau anak muda kelahiran 1995-2005 mengakses berita terkait politik melalui media sosial.
Untuk itu, menurut Peneliti Pusat Penelituan Politik LIPI Wawan Ichwanuddin mengatakan, partai politik yang menguasai konten melalui media sosial berpotensi besar untuk menang.
"Bayangkan, 30 juta pemilih pemula kalau bisa digaet itu besar pengaruhnya pada saat Pemilihan Umum (Pemilu)," ujar dia saat diskusi bertajuk 'Peran Media Sodial Bagi Pemilih Pemula' di kantornya, Jakarta, Rabu (18/7).
Angka itu mengacu dari proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa jumlah penduduk generasi Z sebanyak 66,94 juta pada 2018. Dari jumlah tersebut, sebanyak 30 juta di antaranya menjadi pemilih pemula pada Pemilu dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
(Baca juga: Enam Menteri di Kabinet Kerja Jokowi Daftar Caleg DPR)
Secara rinci, ia membagi 60,6% pemilih pemula yang mengakses berita politik melalui internet itu dalam tiga kategori intensitas. Sebanyak 36% mengakses berita politik melalui internet, namun jarang. Sebanyak 22,3% sering mengakses berita politik melalui media sosial dan sisanya 2,3% sangat sering.
Untuk itu, menurutnya penting bagi pemerintah mengatasi peredaran berita atau informasi palsu (hoax) di media sosial. Sebab, 16,8% pemilih pemula sering berdiskusi mengenai politik melalui media sosial ataupun secara langsung. Persentase itu lebih tinggi dibanding pemilih usia di atas 24 tahun, hanya 15,1% yang sering berdiskusi politik.
Bahkan, 7,6% pemilih muda sering menyampaikan keluhan kepada pemerintah melalui media sosial. Angka tersebut juga lebih tinggi ketimbang pemilih usia di atas 24 tahun yang hanya 6,8%. Sementara, 53,8% pemilih muda merasa pemerintah perlu mendengarkan aspirasi mereka. Prosentase ini pun lebih tinggi dibanding pemilih di atas usia 24 tahun yang sebesar 41,9%.
"Kalangan muda punya optimisme terhadap demokrasi. Hanya bagaimana mereka dianggap penting dan keluhannya didengar oleh pemerintah ke depan," ujarnya. Adapun survei ini dilakukan LIPI terhadap 2.100 responden yang tersebar di Indonesia.
Karena itu, ia mengimbau pemilih muda untuk melakukan verifikasi atas informasi yang ditemukan. Utamanya, pemilih muda harus membaca berita politik melalui media resmi baik surat kabar ataupun elektronik.
(Baca juga: Johan Budi Masuk Daftar Caleg DPR dari PDIP untuk Dapil Jawa Timur)
Founder and Executive Director Youth Initiative for Political Participation Neildeva Despandya Putri menambahkan, selama ini pemilih muda hanya dijadikan objek suara dalam pemilu. Sementara, agenda pemilih muda paling jarang diperjuangkan lewat jalur politik. Salah satu penyebab adalah minimnya figur politik muda di bawah 30 tahun.
Menurutnya perlu ada wadah partisipasi informal politik di Indonesia, supaya generasi muda lebih berminat. "Edukasi politik juga harus menyesuaikan dengan budaya anak muda, misalnya, menggunakan skema crowdfunding, media sosial, dan lainnya," kata dia.
Pada kesempatan itu, siswa SMAN 3 Bogor Ramadan (16 tahun) menyampaikan, ia tertarik dengan politik jika kontennya berhubungan kehidupan sehari-hari seperti harga bahan makanan, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan yang lainnya. "Saya ingin harga-harga bahan makanan dan sekolah itu murah. Untuk kepentingan itu, saya mau berpartisipasi," ujarnya.
Sementara siswi SMAN 31 Jakarta Timur Rastian Apriliyani (16 tahun) mengeluhkan, media sosial yang penuh dengan informasi hoax. Hal itu lantas membingungkan pemilih muda, termasuk dirinya dalam menentukan pilihan.