Facebook mengklaim bahwa tak ada data pengguna Indonesia yang turut dicuri oleh Cambridge Analytica. Klaim terbaru ini didasari hasil sementara dari investigasi Komisioner Informasi Inggris atau Information Commissioner's Office (ICO).
Data yang dicuri, menurut ICO, hanya milik pengguna Facebook di Amerika Serikat (AS). Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Samuel Abrijani menyampaikan, instansinya sudah menerima laporan dari Facebook dalam bahasa Inggris sejak beberapa hari lalu.
"Hari ini saya terima (laporan) dalam bahasa Indonesia. Identifikasi awal hingga hari ini, tidak ada data pengguna Indonesia yang tersedot," ujar Semuel di kantornya, Jakarta, Selasa (10/7).
Hasil investigasi ini mematahkan informasi sebelumnya yang menyebutkan ada 1,1 juta pengguna Facebook di Indonesia yang datanya turut dicuri Cambridge Analytica. Sementara, hasil investigasi ICO yang dilaporkan Facebook ke Kominfo menyebutkan bahwa hanya 30 juta pengguna yang datanya dicuri, bukan 87 juta.
(Baca juga: Kominfo Buka Blokir Tik Tok)
Dalam laporan itu, Facebook mengklaim bahwa tidak ada kebocoran data. Artinya, Dr Alexander Kogan ataupun Cambridge Analytica tidak menembus keamanan data Facebook. Data yang diperoleh Cambridge Analytica, dalam klaim terbaru ini, sudah sesuai perjanjian atau dengan seizin pengguna Facebook.
Sesuai perjanjian kerja sama, perolehan data Cambridge Analytica dibatasi oleh izin yang diberikan oleh pengguna. Artinya, Cambridge Analytica hanya bisa memperoleh data teman pengguna Facebook bila diizinkan. "Aplikator tidak akan mendapat akses data teman pengunduh, yang tidak memberikan izin (untuk diambil datanya)," kata Semuel.
Oleh karenanya, pengguna diimbau untuk lebih teliti saat memberikan izin penggunaan data kepada aplikator. Selain itu, pengguna perlu memerhatikan data atau informasi mana saja yang bisa dibuka oleh pengguna laim ataupun aplikator. "Jadi tidak ada kebocoran. Yang ada, Cambridge Analytica dibatasi oleh bagaimana pengguna mengatur privacy level-nya," ujar dia.
Hanya, investigasi ini masih berlangsung di Inggris. Dengan begitu, hasil investigasinya masih bisa berubah jika ada temuan baru.
(Baca juga: Susul Facebook, Twitter dan Google Perketat Iklan Politik)
Kendati tidak ada data pengguna Facebook di Indonesia yang bocor, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) ini memastikan tetap memperbaharui fitur-fiturnya guna memperkuat keamanan data. Selain itu, perbaharuan fitur ini untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan perlindungan data pribadi atau General Data Protection Regulation (GDPR) di Uni Eropa.
Adapun, Cambridge Analytica sudah menyatakan diri bangkrut pada Mei 2018 lalu. Perusahaan itu mengatakan, pemberitaan buruk terkait kebocoran data membuat mereka kehilangan pelanggan dan pemasok, sehingga harus berhenti beroperasi.