5 Langkah Kominfo Tangkal Konten Terorisme dan Radikal

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Polisi menghentikan dan memeriksa warga yang melintas di Jalan Niaga Samping setelah terjadi ledakan di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Senin (14/5).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
15/5/2018, 12.25 WIB

Masyarakat dikejutkan oleh rentetan peristiwa teror dalam sepekan terakhir. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun segera ambil tindakan, supaya masyarakat tak semakin resah akibat peredaran foto dan video korban dari lokasi kejadian.

Setidaknya, ada 5 hal yang dijalankan Kominfo untuk meminimalisir beredarnya konten bermuatan terorisme dan radikal.

Pertama, berkoordinasi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Sebab, Polri memahami betul konten dan perilaku dari para pelaku. "Ada kode yang menurut kita biasa saja, ternyata itu kode untuk yang di sana (pelaku di tempat lain)," ujar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kemenkominfo Samuel Abrijani di kantornya, Senin (14/5) malam.

Kedua, koordinasi dengan perusahaan digital raksasa atau Over The Top (OTT) seperti Google, Instagram, Facebook, Twitter, hingga YouTube. Berdasarkan laporan yang ia terima, konten ujaran kebencian meningkat setelah adanya kasus bom bunuh diri di Surabaya.

(Baca juga: Terduga Pelaku Bom Surabaya Suami-Istri dengan 4 Anak & Pendukung ISIS)

Sebanyak 120 video sudah dihapus, mamun jumlahnya diperkirakan lebih dari itu. "(Pemilik) platform bantu kami carikan (konten tersebut), karena itu melanggar aturan mereka," ujar dia.

Ketiga, membuka channel aduan baru bagi masyarakat yakni Twitter, melalui akun @aduankonten. Nantinya, Kemenkominfo juga akan membuka channel serupa di Facebook dan media sosial lainnya. Dengan begitu, saluran ini menambah ragam pilihan yang sebelumnya hanya melalui email, situs, dan aplikasi percakapan WhatsApp.

Keempat, meningkatkan upaya penyisiran situs-situs bermuatan negatif dan ilegal menggunakan mesin crawling. "Kami cari sendiri juga dan dari aduan. Kalau diketemukan, kami lakukan pemblokiran lah," kata dia. Kelima, gencar mengimbau masyarakat untuk tidak membagikan konten bermuatan radikal dan terorisme.

(Baca juga: Jokowi Ultimatum Terbitkan Perppu Bila DPR Tak Sahkan RUU Terorisme)

Bahkan, Samuel menyampaikan tujuh tips agar masyarakat tidak terpengaruh berita atau konten bohong (hoax), terutama menyangkut radikal dan terorisme. Di antaranya, mencari tahu sumber konten; cek dengan berita lain supaya tidak menimbulkan bias; cari tahu siapa penulisnya; tanyakan pada ahlinya; cari tahu data pendukungnya; baca atau lihat konten secara utuh; serta, cek waktu pembuatan konten.

Sejak terjadi kerusuhan narapidana terorisme di Markas Korps Brimob Kelapa Dua, Depok pada Selasa (8/5) yang membuat 5 anggota polisi meninggal dunia, terjadi rentetan serangan teror. Lima serangan bom bunuh diri berturut-turut terjadi di Jawa Timur.

Pada Minggu (13/5) terjadi tiga ledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya, lalu sebuah ledakan bom terjadi di Rusunawa Wonocolo, Sidoarjo. Kemudian pada Senin (14/5), terjadi  aksi bom bunuh diri dengan menggunakan dua sepeda motor di Markas Polrestabes Surabaya. Ledakan bom di berbagai lokasi ini menyebabkan 12 warga sipil tewas dan 41 orang menderita luka.

Reporter: Desy Setyowati