Ingin Kurangi Impor, Menperin Dorong Digitalisasi Industri Kimia

ANTARA FOTO/HO/Tedi
Menteri Perindustrian Airlangga Hartato (kedua kanan) meninjau area pabrik pada peresmian pabrik peralatan kelistrikan di Kawasan Industri Terpadu Indonesia China (KITIC), di Cikarang Jawa Barat, Rabu (15/3).
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
26/4/2018, 11.58 WIB

Industri kimia termasuk lima besar pengimpor bahan baku di Indonesia. Untuk itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto mendorong industri ini agar menjalankan digitalisasi pada proses bisnisnya.

"Mengadopsi teknologi industri 4.0, mempercepat kegiatan penelitian dan pengembangan (Riset and Development/R&D) bisa mendorong produktivitas dan mengembangkan kemampuan produksi kimia," kata Airlangga dalam siaran pers, Kamis (26/4).

Apalagi, industri kimia merupakan salah satu dari lima sektor manufaktur yang menjadi percontohan implementasi industri 4.0 di Indonesia. Untuk mencapai tujuan Making Indonesia 4.0, pemerintah mendorong biaya di industri kimia yang kompetitif.

Ia mencontohkan, pembangunan fasilitas produksi kimia yang lebih dekat dengan lokasi ekstraksi gas alam akan membuat ongkos distribusi lebih ringan. Dalam jangka menengah-panjang, ongkos produksi di industri kimia diharapkan menurun. Harga yang ditetapkan untuk konsumen pun pada akhirnya bisa lebih murah.

(Baca juga: Begini Proses Revolusi Industri 4.0 Diterapkan Perusahaan Skala Besar)

Presiden Komisaris PT  Kaltim Methanol Industri (KMI) Evita Legowo mengatakan, perusahaannya memproduksi methanol grade AA sebesar 2 ribu metrik ton per hari atau sekitar 660 ribu metrik ton per tahun. Perusahannya juga sudah mengekspor 55% produknya atau sebesar 360 ribu metrik ton ke beberapa negara.

Salah satu strategi yang diterapkan perusahaan adalah lokasi yang dekat penghasil gas alam. “Dengan lokasi pabrik dan pelabuhan yang strategis, kami bisa mencapai pelanggan dengan cepat, serta harga kompetitif," ujar Evita.

Selain itu, perusahaan juga mengembangkan teknologi dan manajemen yang terintegrasi. Alhasil, biaya produksi dan distribusi menjadi lebih murah.

Reporter: Desy Setyowati