Merugi tapi Valuasinya Naik, Fenomena Bisnis Digital Indonesia

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Penulis: Desy Setyowati
Editor: Pingit Aria
25/4/2018, 13.10 WIB

Geliat bisnis digital di Indonesia selalu menjadi bahan diskusi yang menarik. Firma jasa profesional PT Ernst & Young Indonesia mengamati fenomena yang membedakan bisnis digital dengan segmen bisnis yang sudah ada sebelumnya.

"Bisnis rugi kok valuasinya naik. Ini baru terjadi di dinamika lanskap Indonesia," Country Managing Partner Ernst & Young Indonesia Hari Purwantono pada peluncuran The Commencement of EY Entrepreneur Of The Year 2018 di CIMB Niaga, Jakarta, Rabu (25/4).

Sejak tahun lalu, Ernst & Young mencatat porsi pengusaha perusahaan rintisan (startup) di bidang digital mulai mendominasi program Ernst & Young Entrepreneur of The Year (EOY) di Indonesia. EY pun membuat satuan kerja (task force) untuk mengkaji potensi di sektor ini.

CEO Bukalapak.com Achmad Zaky mengatakan, setengah dari nomine program EOY 2017 berasal dari bisnis digital. Menurut dia, hal itu menunjukan kepercayaan investor bahwa sektor ini berpeluang untuk terus tumbuh.

(Baca juga: Sri Mulyani Akui Sulit Buat Regulasi Bisnis Digital)

Ia pun optimistis, kontribusi dari bisnis digital terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat. Meski, saat ini masih banyak perusahaan digital Indonesia, termasuk para unicorn, yang belum mencatatkan laba.

Pria yang menerima penghargaan EOY 2017 Technology & Digital Entrepreneur Award ini menyampaikan, tak hanya di Indonesia, Amerika Serikat (AS) pun mulai mendorong kontribusi bisnis digital terhadap perekonomiannya. "Ini bukti kepercayaan bisnis atau investor terhadap sektor teknologi. Di AS kontribusinya sudah 25%," kata dia.

Ia memperkirakan, pengusaha di bidang digital seperti kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), go-retail, cloud computing, dan blockchain bakal mendominasi penghargaan sejenis ke depan. "Tapi itu belum terbukti. Cuma semua big player main di situ," ujar Zaky.

CEO Standard Chartered Bank Indonesia Rino Donosepoetro pun menyampaikan, saat ini perbankan pun mempelajari bisnis digital ini. Bahkan, perbankan mulai mengubah pola pikir dari penilaian keuntungan perusahaan menjadi fungsi atau kegunaan jika ingin memberikan pinjaman. 

(Baca juga: Hanya 7,39% Pengguna Internet Indonesia Pakai Aplikasi Perbankan)

"Kapitalisasi naik, tapi cashflow-nya tidak. Ini bisnis yang unik. Perbankan sekarang godok ini supaya nantinya punya risk appetite dan framework untuk mendukung startup," kata dia.

EOY merupakan program penghargaan kewirausahaan yang rutin diadakan setiap tahun oleh Ernst & Young. Program ini pertama kali diluncurkan pada 2001, yang menjadikan Presiden Direktur Jawa Pos Group Dahlan Iskan sebagai Ernst & Young EOY. Lalu pertama kalinya, beberapa perusahaan teknologi menjadi finalis di 2017. CEO Go-Jek Indonesia Nadiem Makarim merupakan peraih gelar Ernst & Young EOY 2017.

Reporter: Desy Setyowati