Lembaga konsultan politik Cambridge Analytica menjadi sorotan dunia setelah terbongkar mengakses data sekitar 50 juta pengguna Facebook untuk kepentingan kampanye pemenangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pencurian data dilakukan lewat aplikasi kuis kepribadian yang dibuat seorang peneliti Universitas Cambridge, Aleksandr Kogan, pada 2013.
Berikut beberapa poin yang menjelaskan bagaimana Cambridge Analytica memanfaatkan data Facebook untuk kepentingan kampanye politik:
1. Mengumpulkan data lewat aplikasi kuis
Aplikasi yang dibuat Kogan yakni "thisisyourdigitallife" diujikan pada Juni 2014. Lewat aplikasi berbentuk kuis, sebanyak 300 ribu orang mengikuti tes detail kepribadian/pandangan politik yang mempersyaratkan mereka masuk ke akun Facebook.
Kuis yang dikembangkan Kogan mensyaratkan pengguna menyertakan informasi diri seperti riwayat pendidikan, tempat dan tanggal lahir, daftar teman, isi timeline, konten yang disukai, foto yang diunggah dan di-tag oleh teman, hingga alamat Internet Protocol (IP). Dengan kemampuan akses ke daftar teman, maka data jutaan pengguna Facebook yang lain pun dapat terakses.
(Baca juga: Lewat Twitter, Pendiri WhatsApp Serukan Boikot Facebook)
2. Akses ke pola psikologi
Selain dapat mengakses beragam data pribadi, aplikasi ini juga mengoleksi daftar kesukaan ('like') para pengguna, juga data jenis orang yang diikuti, sumber berita yang dibaca, juga tindakan dan reaksi terhadap suatu isu. Akses data ini membuat Cambridge Analytica mampu memetakan pola psikologi dari pengguna termasuk mengetahui afiliasi politik seseorang.
“Ketika saya mencoba aplikasi yang sangat mirip, kuis itu memberi tahu saya bahwa saya cenderung melajang karena saya menyukai Stevie Wonder,” kata Rob Blackie, seorang pebisnis digital dikutip dari Thetimes.co.uk.
3. Iklan politik Trump lebih efektif
Aplikasi yang dikembangkan Kogan memiliki algoritma yang mengkombinasikan data yang terkumpul dengan sumber lain seperti catatan pemilih sehingga tercipta catatan superior, yang pada mulanya berhasil mengumpulkan data dua juta orang yang berasal dari 11 negara bagian Amerika Serikat.
Data ini memungkinkan mereka mampu menargetkan sekelompok orang yang belum memutuskan siapa yang harus dipilih, tetapi memiliki probabilitas tinggi untuk memilih. Kampanye Trump pun menjadi lebih tepat sasaran terhadap pemilih.
(Baca juga: Mark Zuckerberg Angkat Bicara Soal Kebocoran Data Facebook)
CEO Facebook Mark Zuckerberg telah mengkonfirmasi kebobolan data yang dialami perusahaannya. Zuckerberg mengatakan, Facebook akan mengambil langkah-langkah untuk lebih membatasi akses pengembang ke data pengguna. Facebook juga akan memperkenalkan alat yang akan membantu pengguna mencabut izin aplikasi yang mengakses data mereka. Alat ini akan muncul di bagian atas halaman 'News Feed' pada bulan depan.
"Saya yang memulai Facebook, dan pada akhirnya saya yang bertanggung jawab dengan apa yang terjadi di platform kami. Kami akan belajar dari pengalaman ini untuk menjaga keamanan platform kami dengan lebih baik dan membuat komunitas kami lebih aman bagi semua orang," kata Zuckerberg.
Akibat kasus ini, saham Facebook anjlok 10% dan kehilangan hampir US$ 50 miliar dalam beberapa hari. Selain itu, Facebook juga harus menghadapi seruan boikot yang ramai di media sosial.