Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjamin tidak ada kebocoran data di dalam sistem registrasi nomor kartu prabayar. Hanya, ia tak memungkiri jika ada oknum yang menggunakan identitas orang lain untuk mendaftarkan nomor kartunya.
Rudiantara pun menggandeng kepolisian untuk menindak oknum pengguna data kependudukan yang bukan haknya tersebut. "Saya sudah koordinasi dengan Polri, apabila ada penindakan kepada yang manfaatkan identifitas NIK dan KK tidak sesuai haknya, silahkan diproses," katanya usai acara Hari Kebudayaan Keamanan Informasi (HKKI) 2018 di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu (7/3).
(Baca juga: Telkomsel dan Indosat Beri Bonus Kuota bagi Pendaftar Kartu Prabayar)
Ia memperingatkan, hukuman bagi pelaku penyalahgunaan data tersebut adalah kurungan penjara hingga 12 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar. Hal itu diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ia juga mengimbau masyarakat agar memeriksa status pendaftaran nomor prabayarnya melalui situs internet, maupun pesan singkat ke operator masing-masing. Jika ada yang menemukan nomor identitasnya digunakan oleh pihak lain, masyarakat dapat melaporkannya ke gerai operator untuk ditindaklanjuti. "Untuk melindungi datanya, orang-orang bisa cek (di masing-masing operator)," kata dia.
(Baca juga: Cek Status Registrasi Nomor Prabayar Agar Tak Disalahgunakan)
Sebelumnya, Kementetrian Komunikasi dan Informatika mendapat informasi mengenai adanya satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan untuk registrasi 50 nomor telepon seluler. Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun telah menelusuri isu tersebut.
Rudiantara menduga, modus penyalahgunaan identitas itu terjadi lantaran ada masyarakat yang mengunggah NIK dan KK miliknya di internet, baik sengaja ataupun tidak. "Itu sudah beredar sebelum ada (kebijakan) registrasi ini, tapi tidak digunakan untuk kriminal. Kalau iya (digunakan untuk kriminal) bisa dipidanakan," ujar dia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi mengatakan, instansinya akan turun tangan. "Utamanya kami jaga dulu pusat datanya, supaya tidak bisa diretas karena kemungkinan besar ini terjadinya akibat peretasan, sehingga diduplikasi," ujarnya.