Setelah mendapat dana segar hingga US$ 1,5 miliar dari puluhan investor, Go-Jek kini mulai melakukan rasionalisasi tarif. Berbagai promosi yang dulu dilakukan Go-Jek untuk menarik pelanggan perlahan dihapuskan.
Di antara promosi yang dihapuskan adalah potongan harga jika membayar secara nontunai dengan fitur Go-Pay. Meskipun tarif per kilometer tetap, namun tanpa potongan harga yang dulu ada, pelanggan pun merasa membayar lebih mahal.
Linda yang rutin menggunakan layanan ojek online Go-Ride dari tempat tinggalnya di Gandaria, Jakarta Selatan ke kantor di kawasan Palmerah, Jakarta Barat misalnya, mengeluhkan ‘kenaikan’ ongkos yang harus dibayarkannya.
“Dulu kan sempat kalau bayar pakai Go-Pay dapat diskon 50%, itu dari rumah ke kantor cuma bayar Rp 7.000. Lalu naik jadi Rp 10 ribu, Rp 12 ribu, belakangan malah bisa Rp 14 ribu untuk jarak yang sama,” ujarnya, Rabu (28/2).
Tarif layanan Go-Ride sendiri sebenarnya tetap sejak Juli 2017. Di laman Go-Jek disebutkan, tarif rush hour (Senin-Jumat: 06.00 - 09.00 dan 16.00 - 20.00 WIB) untuk perjalanan 0 - 10 kilometer sebesar Rp 2.500 per kilometer. Sementara untuk perjalanan lebih dari 10 kilometer dikenakan 3.000 per kilometer. Tarif minimum rush hour sebesar Rp 10.000 per perjalanan.
(Baca juga: "Jalan Belakang" Temasek Mencengkeram Ekonomi Digital Indonesia)
Sementara tarif non-rush hour untuk perjalanan 0 - 10 kilometer sebesar Rp 1.500 per kilometer. Untuk perjalanan lebih dari 10 kilometer dikenakan tarif Rp 3.000 per kilometer, dan tarif minimum non-rush hour sebesar Rp 6.000.
Promosi lain yang dipangkas ada pada fitur Go-Points. Dulu, Go-Jek banyak menawarkan penukaran poin dengan layanan populer seperti Go-Food atau Go-Ride gratis. Kini, promosi yang ditawarkan lebih banyak untuk layanan yang kurang terkenal, seperti Go-Clean atau Go-Auto.
Sebaliknya, Grab masih jor-joran memberikan potongan harga. Sejak fitur top-up Grab-Pay bermasalah, beberapa pelanggan mendapatkan potongan harga hingga 70% untuk layanan GrabBike.
“Jadi setiap minggu ada notifikasi kode voucher baru untuk mendapat potongan harga, tapi memang kurang praktis karena harus membayar tunai,” kata Andriana, seorang karyawan swasta pengguna Grab.
Marketing Director Grab Indonesia, Mediko Azwar menyatakan, masalah pada fitur top up GrabPay merupakan kendala teknis. "Memang kami sedang upgrade server base untuk top up layanan GrabPay. Jadi, masih ada kendala," ujar Mediko.
Ia tidak mengkonfirmasi apakah promosi berupa potongan harga yang diberikan adalah untuk mengkompensasi kesulitan pelanggan menggunakan GrabPay. Yang pasti, pembayaran Grab secara nontunai masih bisa dilakukan melalui pemotongan saldo kartu debit dan Mandiri E-cash.
Tarif ojek online sendiri belum diatur oleh pemerintah. Karena itu, perusahaan sepenuhnya berwenang menetapkan tarif secara mandiri. “Ojek motor hingga kini belum termasuk transportasi public, jadi belum ada regulasinya,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.