Bank Indonesia (BI) akan merilis regulasi baru yang akan menjadi acuan dalam ekonomi digital. Di dalamnya, bank sentral akan mempertegas larangan penggunaan mata uang digital (cryptocurrency) baik sebagai komoditas maupun mata uang.
"Dalam waktu dekat segera keluar regulasi yang akan jadi framework yang perjelas aturan-aturan mengenai financial technology (fintech)," ujar Gubernur BI Agus DW Martowardojo dalam Pertemuan Tahunan BI di Jalarta Convention Center (JCC), Jakarta, Selasa (28/11).
Agus mengatakan, aturan ini merupakan respons atas perkembangan teknologi dalam ekonomi digital, termasuk e-commerce maupun meningkatnya tren investasi atas mata uang digital, termasuk bitcoin.
“Kami melarang penyelenggara fintech dan e-commerce serta penyelenggara jasa sistem pembayaran memfasilitasi transaksi menggunakan virtual currency," tuturnya.
Agus menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, hanya rupiah yang diakui sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia. Jadi, keberadaan mata uang virtual tidak diakui dan transaksi yang menggunakannya dianggap ilegal.
(Baca juga: Bitcoin Makin Populer, Ini Beberapa Cara Memilikinya)
Selain itu, BI juga khawatir mata uang virtual ini bakal disalahgunakan untuk tindak pidana. "Ini guna mencegah pencucian uang, pendanaan terorisme, dan menjaga kedaulatan rupiah sebagai legal tender di wilayah Indonesia," ujarnya.
Selain itu, dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran juga dijelaskan bahwa seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran dilarang menggunakan mata uang virtual.
Agus menekankan, BI juga mendorong upaya pencegahan peluang arbitrase, praktik bisnis tak sehat, dan pengendalian bisnis oleh pihak-pihak di luar jangkauan hukum Republik Indonesia yang dapat merusak struktur industri.
"Peraturan telah kami tuangkan dalam ketentuan teknologi finansial dan penyempurnaan ketentuan uang elektronik dan anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme," ujarnya.
Sebagai regulator, BI juga ingin menjaga level of playing field antara pelaku usaha fintech dengan lembaga keuangan formal. Oleh sebab itu, BI mewajibkan seluruh penggiat teknologi finansial yang bergerak di sistem pembayaran digital untuk mendaftarkan diri ke BI.
(Baca juga: Fund Manager Masuk, Bitcoin Diramal Tembus US$ 10.000 di Akhir Tahun)
"Kami juga akan berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Komunikasi san Informatika, dan otoritas terkait lainnya untuk mendata dan memetakan kegiatan teknologi finansial dan e-commerce," tutur Agus.
Sementara, harga mata uang digital bitcoin terus meroket dan pertama kalinya menembus level US$ 9.500 per bitcoin atau sekitar Rp 128 juta pada Ahad (26/11). Mengacu pada data coindesk.com, harga bitcoin sempat tembus US$ 9.682 atau sekitar Rp 130 juta pada perdagangan Senin (27/11).
Harga bitcoin naik lebih dari 20% dalam sepekan atau lebih dari 900% sejak akhir tahun lalu. Lonjakan harga bitcoin seiring dengan masuknya investor besar dan meningkatnya spekulasi.