Perusahaan teknologi memperkirakan teknologi 5G yang kemungkinan bakal diluncurkan pada 2019 mendatang. Maka itu, pemerintah perlu mulai bersiap-siap. Namun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan pemerintah tidak akan buru-buru mengadopsi teknologi tersebut.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan SDM Kemenkominfo Basuki Yusuf Iskandar menjelaskan, pemerintah terlebih dulu harus mengakselerasi pendidikan pengguna agar bisa memanfaatkan keunggulan dari teknologi 5G. "Misalnya, kan saya kalau desa dikasih teknologi 5G tapi hanya digunakan untuk voice (telepon) dan SMS," kata dia dalam diskusi membahas kesiapan Indonesia memasuki era 5G di Gedung World Trade Center (WTC) I, Jakarta, Selasa (15/8).
Menurut dia, pemerintah juga masih perlu melakukan pembenahan infrastruktur terkait spektrum, layanan data, dan jaringan. "Tapi yang lain itu teknis, yang paling berat adalah social development-nya," ucapnya.
Atas dasar itu, ia menyatakan Indonesia tidak akan menjadi negara yang pertama mengadopsi teknologi 5G. Pemerintah akan melihat dulu bagaimana teknologi 5G tersebut bisa berkembang di berbagai negara. Namun, ia juga memastikan Indonesia tidak akan menjadi negara yang terakhir mengadopsi 5G.
Di sisi lain, Senior Director and Head of Goverment Affair, South East Asia, Taiwan, & Pacific Qualcomm Technology International Julie G. Welch menjelaskan, pihaknya telah menyiapkan standar bagi penerapan teknologi 5G. Maka itu, ia pun mendorong pemerintah mulai mempersiapkan diri. "Pemerintah harus bersiap mengadopsi teknologi ini. Tanpa persiapan, maka akan sulit untuk mengantisipasi dari awal mengena, dampak dan keuntungan adanya teknologi ini," kata Julie.
Menurut dia, percepatan komersialisasi 5G secara global dapat meningkatkan kapabilitas dan efisiensi. Sebab, teknologi tersebut mampu memberikan kecepatan lewat jaringan fiber, latensi yang rendah, pengalaman pengguna yang konsisten dan paket data yang lebih murah. (Baca juga: BI: Ekonomi Digital Bisa Dongkrak Ekonomi Tumbuh 7 %)
Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang harus dipersiapkan pemerintah sebelum mengadopsi teknologi 5G, yaitu alokasi spektrum untuk teknologi tersebut, regulasi, dan ekosistem untuk mengembangkan teknologi tersebut, seperti industri, perangkat (device), dan jaringan operator.
Sementara itu, jelang diluncurkannya teknologi 5G, Director Goverment Affair South East Asia Qualqomm Nies Purwanti berharap pemerintah dapat menentukan arah pengembangan teknologi di Indonesia. Ia pun mendorong pemerintah untuk berdiskusi dengan pelaku industri, akademisi, dan komunitas terkait untuk mengetahui di bagian mana Indonesia bisa bersaing. "Ada baiknya Indonesia bersiap-siap dari sekarang. Mungkin tidak akan deploy (menerapkan) dengan cepat tetapi saat Indonesia sudah mau mengadopsi teknologi 5G ini, semua sudah siap," ucapnya.
Teknologi 5G bukan hanya menawarkan tingkat latensi yang rendah dan kecepatan akses data yang tinggi lebih dari 100 Mbps di berbagai cakupan areanya. Teknologi 5G juga menciptakan peluang bagi bisnis model dan industri baru. Peluang tersebut meliputi pengembangan di bidang realitas maya (virtual reality), perangkat elektronik terhubung internet (Internet of Things /IoT), dan layanan untuk mission-critical yang diperkirakan akan memberikan kontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi global. (Baca juga: Potensi Pasar Perangkat Terhubung Internet Lebihi E-Commerce)
Berdasarkan hasil studi The 5G Economy yang digagas oleh Qualcomm dan dilaksanakan oleh berbagai perusahaan riset seperti IHS Markit, Penn Schoen Berland (PSB), dan Berkeley Research Group (BRG), jaringan pasokan (supply chain) 5G di seluruh dunia akan menghasilkan pendapatan hingga US$ 3,5 triliun dan membuka 22 juta lapangan pekerjaan di tahun 2025. Selain itu, teknologi 5G juga memungkinkan terciptanya distribusi barang dan jasa berskala global yang bernilai hingga US$ 12,3 triliun di tahun yang sama.