Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menetapkan batas akhir pendaftaran usaha pinjam-meminjam uang antarpengguna (peer to peer lending) yang merupakan bagian dari transaksi keuangan berbasis digital (financial technology / fintech), pada bulan ini. Namun menjelang berakhirnya masa pendaftaran, baru 23 perusahaan yang mendaftar.
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Firdaus Djaelani menjelaskan, sejak Peraturan OJK (POJK) nomor 77/POJK.01/2016 diluncurkan, baru sebanyak 23 perusahaan fintech yang memiliki usaha pinjam-meminjam uang antarpengguna yang mendaftar ke OJK. Bahkan dari jumlah tersebut, baru 11 perusahaan yang telah memperoleh surat bukti terdaftar.
"23 sudah mendaftar. Tapi yang mendapat surat bukti terdaftarnya 11, kan mereka masih melengkapi dokumen," ujar Firdaus saat ditemui di Gedung OJK Lapangan Banteng, Jakarta, Selasa (20/6). (Baca: OJK Bentuk Satgas Pengawas Fintech Pinjam-Meminjam Uang )
Firdaus mengatakan OJK memang telah menentukan batas pendaftaran pada akhir Juni 2016 ini. Namun, bukan berarti seluruhnya harus resmi terdaftar pada akhir bulan ini. Batas waktu tersebut hanya merupakan batas akhir mengajukan pendaftaran, sedangkan proses melengkapkan dokumen dan perolehan surat bukti terdaftar bisa diperoleh setelah bulan tersebut.
Apabila sampai pekan depan masih ada perusahaan fintech yang belum mendaftar, maka mereka harus melalui proses perizinan untuk bisa menjalankan bisnisnya di Indonesia. OJK memang tidak menetapkan sanksi khusus kepada perusahaan fintech yang belum mendaftar sampai batas akhir.
Menurut Firdaus, perusahaan fintech yang belum terdaftar tidak akan bisa memperoleh berbagai kemudahan dalam bisnisnya. "Ya jadi mereka harus masuk ke proses perizinan. Mendaftar sama meminta izin pastinya akan berbeda," ujar Firdaus.
Akan ada perbedaan persyaratan dokumen yang harus dilengkapi bagi perusahaan yang mendaftar hingga pekan depan, dengan yang mengajukan izin setelah pendaftaran ditutup. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci apa saja persyaratan tersebut.
(Baca: Bisa Jadi Solusi Inkusi Finansial, Pemerintah Dukung Fintech)
Padahal, jika mendaftar sampai akhir bulan ini, perusahaan boleh melengkapi dokumen yang dibutuhkan sampai dengan waktu tertentu. Sembari melengkapi dokumen, perusahaan tersebut masih bisa tetap beroperasi. Sementara jika tidak mendaftar dan belum mendapat izin, perusahaan akan sulit beroperasi.
Kesulitan lain apabila tidak mendaftar sampai dengan batas waktu yang ditentukan adalah adanya kemungkinan perubahan syarat operasi perusahaan. Firdaus mencontohkan, batas modal yang diperlukan perusahaan ini apabila mendaftar sampai dengan Juni ini adalah Rp 2,5 miliar. Namun, bisa saja angka tersebut ditingkatkan menjadi Rp 5 miliar bagi perusahaan yang tidak mendaftar.
Meskipun demikian, Firdaus mengaku OJK akan tetap mendukung berkembangnya perusahaan fintech ini di Indonesia. Salah satu caranya adalah dengan tidak menetapkan bunga dan menyerahkannya ke mekanisme pasar. Walaupun, memang bunga yang ditetapkan cukup tinggi.
"Tapi mereka tidak ada agunan, mungkin cost of fund lebih tinggi, resiko juga tinggi. Jadi itu yang menyebabkan bunga lebih mahal," ujarnya. (Baca: Cegah Kejahatan, OJK Atur Ketat Peminjaman Uang secara Virtual)
Menurut data OJK, pertumbuhan industri fintech pinjam-meminjam uang antar pengguna ini berkembang cukup pesat, yakni dari 51 perusahaan di triwulan I 2016 menjadi 135 perusahaan di Triwulan III 2016.