Bank Indonesia (BI) turut mewaspadai serangan siber ransomware WannaCry yang menjangkiti 150 negara sejak Jumat (12/5) pekan lalu. Pada Minggu (14/5) malam, BI melakukan pembaharuan anti virus untuk memastikan sistem komputer di seluruh kantor BI aman.

"Sudah kami update (perbaharui) semua. Bahkan, sampai ke kantor perwakilan. Semua sudah dicek, di-update dengan anti virus baru," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara di kantornya, Jakarta, Senin (15/5). (Baca juga: Microsoft Minta Pemerintah Waspadai Serangan Siber WannaCry)

Ia menjelaskan, setelah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) memberikan peringatan mengenai serangan siber tersebut, pihaknya segera melakukan pemeriksaan terhadap seluruh komputer individu maupun yang terkait sistem. Tujuannya, untuk memastikan seluruhnya sudah menggunakan anti virus terbaru.

Ia pun memastikan sistem di BI tidak terdampak oleh serangan siber tersebut. Sistem transaksi seperti Real-Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring tetap berjalan. RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.

Sejauh ini, ia juga mengaku belum menerima laporan tentang adanya bank peserta RTGS dan kliring yang sistemnya terkena serangan siber tersebut. Meski begitu, ia mengimbau perbankan untuk melakukan pembaharuan anti virus seperti dilakukan BI.

"Sampai kemarin bank-bank peserta RTGS dan kliring yang melapor bahwa sistemnya terkena serangan malware, belum ada. Hari ini saya juga belum terima laporan lagi. Kami sudah cek, enggak ada," ujar dia.

Sebelumnya, Kemenkominfo telah memastikan Indonesia masuk dalam daftar negara yang terkena serangan siber ransomware WannaCry. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkoinfo Sammy Pangerapan menjelaskan, serangan siber tersebut bersifat menyebar dan masif serta menyerang critical resource (sumber daya sangat penting). Serangan tersebut pun dikategorikan sebagai teroris siber.

Adapun, ransomware adalah jenis malicious software atau malware yang menyerang komputer dengan cara mengunci komputer korban atau meng-encrypt semua file sehingga tidak bisa diakses kembali. Di Indonesia, serangan siber tersebut diketahui menginfeksi jaringan komputer di Rumah Sakit Harapan Kita dan Rumah Sakit Dharmais di Jakarta.