Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menegaskan, pemerintah sudah tidak bisa mentoleransi peredaran berita palsu (hoax) di berbagai situs online, termasuk media sosial. Karena itu, pemerintah mengajak semua lapisan masyarakat untuk bersama-sama memerangi peredaran berita hoax.

Ia mengatakan, berita hoax kerap berseliweran terutama saat menghadapi hajatan politik. "Kalau mendekati event-event politik seperti Pilkada, Pileg, dan Pilpres ini selalu hangat dunia mayanya. Apalagi sekarang dibanjiri dengan hoax," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/1). 

Menurut Rudiantara, pemerintah tidak bisa berupaya sendirian dalam memerangi berita hoax, perlu partisipasi aktif dari berbagai lapisan masyarakat. Ia pun mengapresiasi terbentuknya situs turnbackhoax.id yang dikelola oleh Masyarakat Anti Hoax Indonesia (Mafindo). Situs yang turut difasilitasi Kemenkominfo ini bisa menjadi sarana bagi masyarakat untuk mengetahui informasi seputar berita hoax dan situs-situs yang menyebarkannya.

(Baca juga: Libatkan Tokoh dan Pegiat Medsos, Gerakan Anti Hoax Meluas)

Rudiantara juga mendorong awak media untuk membentuk komunitas guna memerangi berita hoax. Komunitas yang dimaksud bisa membuat kode etik untuk memastikan anggotanya mempublikasikan berita yang benar. "Jadi, penyelesaiannya adalah kita tidak hanya dengan blokir-blokir aja. Kalau blokir-blokir saja capek dong," ucapnya.

Sejauh ini, untuk memerangi berita hoax, Rudiantara mengaku sudah mendesak perusahaan-perusahaan digital raksasa (over the top/OTT) pengelola media sosial, untuk turut menyaring berita hoax dan negatif di situs atau aplikasinya. (Baca juga: Pemerintah Desak Medsos dan Perusahaan Digital Saring Berita Hoax)

Ke depan, pihaknya akan meminta perusahaan-perusahaan digital tersebut menghapus semua konten seperti berita, pesan, hingga iklan (AdSensehoax yang masuk di situs atau aplikasinya. Dengan begitu, peredaran isu hoax bisa diredam. "Yang pasti kecepatan (media) untuk take down (mencabut atau menghapus) konten yang memang masuk kategori konten negatif di Indonesia," ujar Rudiantara, Senin (9/12) lalu.

Peredaran berita hoax sempat dikeluhkan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Pasalnya, kementeriannya sempat jadi sorotan setelah beredar informasi tentang banjir tenaga kerja asing asal Cina di Indonesia. Menurutnya, informasi itu jauh dari kenyataan dan mengganggu persatuan bangsa. "Ada political framing mengenai isu tenaga kerja Cina ini," kata Hanif.

Belakangan, Bank Indonesia (BI) juga diserang berita hoax secara bertubi-tubi. Saat meluncurkan uang rupiah desain baru Desember tahun lalu, beredar kabar bahwa uang tersebut bukan dicetak oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) melainkan oleh sebuah perusahaan swasta di Kudus, Jawa Tengah, yaitu PT Pura Barutama. Tak terima, BI pun melaporkan oknum penyebar berita tersebut kepada kepolisian.

(Baca juga: Bantah Palu Arit di Rupiah, BI: Itu Logo Pengaman BI Sejak 2000

Selain itu, BI juga diterpa informasi hoax tentang simbol palu dan arit pada uang rupiah. BI sudah menepis informasi tersebut. Lewat keterangan resminya, Gubernur BI, Agus Martowardojo mengungkapkan, penampakan yang dipersepsikan oleh sebagian pihak sebagai simbol palu dan arit tersebut sebenarnya merupakan gambar saling isi atau rectoverso dari logo BI. Rectoverso ini berfungsi sebagai pengaman uang rupiah dari aksi pemalsuan.