Enam Cara Facebook Menangkal Informasi Palsu di Media Sosial

Foto:BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg.
23/11/2016, 15.35 WIB

Merebaknya informasi palsu (hoax) yang beredar di media sosial belakangan ini, tidak hanya terjadi di Indonesia. Fenomena serupa juga dijumpai di Amerika Serikat (AS), terutama saat proses pemilihan presiden di negara itu. Pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, mengakui berkembangnya fenomena itu. Namun, Facebook berupaya menangkal peredaran informasi hoax tersebut.   

Pada malam pemilihan umum Presiden AS yang akhirnya dimenangkan oleh Donald Trump, 9 November lalu, salah satu bekas perancang sistem Facebook, mengungkapkan media sosial tersebut telah berkontribusi terhadap merebaknya berita yang tidak akurat. Seperti dilansir Bloomberg , Selasa (22/11) lalu, hal ini secara tidak langsung turut memenangkan Trump.

Alhasil, dua pekan terakhir ini, berita palsu di Facebook menjadi salah satu isu paling panas yang menjadi perdebatan di Amerika Serikat. CNN menyatakan, sebenarnya sangat mudah mengenal berita hoax. Dalam artikel yang dilansir CNN pada Jumat (18/11) lalu, ada beberapa tipe berita maupun informasi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.

(Baca: Keuntungan Facebook Melejit Hingga Rp 74 Triliun)

Berita palsu:

Berita jenis ini paling mudah diidentifikasi. Biasanya, berita tersebut muncul melalui suatu situs palsu yang dibuat menyerupai situs berita asli. Berita jenis ini pun kadang disertai dengan foto dan judul yang seakan-akan asli.

Berita sesat:

Berita ini merupakan tipe yang paling sulit dikenali karena umumnya menghadirkan beberapa poin kebenaran. Salah satunya adalah kutipan, yang diambil terlepas dari konteks aslinya. Pengguna Facebook sebenarnya bisa mengidentifikasinya melalui judul yang sensasional, tanpa informasi pendukung pada artikel.

Berita partisan:

Berita ini merupakan interpretasi dari berita asli, dan menyertakan fakta-fakta yang sudah dimanipulasi untuk memuluskan agenda tertentu.

Clickbait:

Ciri-ciri dari berita dengan tipe ini adalah memiliki judul yang mengejutkan untuk memancing pengguna Facebook melakukan klik pada tautannya. Padahal, informasi yang disajikan kemudian tidak sesuai dengan judul.

Satir atau sindiran:

Sebenarnya, informasi yang berisi sindiran bukanlah berita, dan hanya sebatas komentar atau hiburan. Namun, mereka yang tidak familiar bisa menganggapnya sebagai suatu berita.

Zuckerberg pun angkat bicara. “Kami menyikapi persoalan misinformasi ini dengan serius,” tulisnya dalam akun Facebook miliknya, Sabtu (19/11).  Ia menjelaskan, Facebook bertujuan menghubungkan orang-orang dengan berita yang sangat berguna bagi mereka. Para penggunanya tentu menginginkan informasi yang akurat.

Ia mengklaim perusahaannya sudah menggeluti persoalan berita palsu cukup lama dan sudah mencapai kemajuan yang signifikan dalam pemecahannya. Meski demikian, ia menyebut masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.

Zuckerberg membeberkan proses penggalian kebenaran terhadap informasi yang beredar di linimasa para pengguna. Facebook bekerjasama dengan komunitas untuk melakukan penyaringan agar berita palsu tidak beredar di linimasa.

Ia menjelaskan, semua orang di Facebook bahkan bisa melaporkan tautan yang berisi informasi keliru. Selanjutnya, Facebook menerapkan penalti agar konten tersebut tidak beredar di fitur News Feed.

“Persoalan ini kompleks, dari sisi teknis maupun filosofis,” tulis Zuckerberg. Di satu sisi, Facebook ingin memberi ruang bagi setiap orang mengemukakan pendapat. Namun, di sisi lain, hal ini berarti setiap orang bisa mengunggah konten apa pun yang mereka inginkan.

Karena itu, Facebook berhati-hati. Pertama, agar tidak menghapus hak pengguna untuk menyampaikan opininya. Kedua, Facebook tidak menghapus konten yang sebenarnya akurat.

Tidak biasanya Zuckerberg menyampaikan perkembangan pekerjaan yang sedang dilakukan Facebook. Namun, karena persoalan ini dianggap penting, dia membeberkan sederetan langkah yang dilakukan Facebook untuk mengantisipasi dan menekan peredaran informasi keliru.

Pertama, pendeteksian yang lebih kuat. Dalam hal ini, Facebook meningkatkan kemampuan klasifikasi adanya misinformasi. Artinya, jejaring sosial ini tengah mengembangkan sistem teknis yang lebih baik mendeteksi potensi informasi keliru yang akan tersebar, sebelum informasi itu akhirnya beredar.

Kedua, fasilitas laporan sederhana. Para pengguna Facebook kini dengan mudah bisa melaporkan adanya informasi yang keliru untuk segera ditindaklanjuti.

Ketiga, verifikasi pihak ketiga. Facebook bekerjasama dengan sejumlah organisasi terpercaya melakukan pemeriksaan informasi. (Baca: Bidik Pajak Google dan Facebook, Aturan Baru Tak Berlaku Surut)

Keempat, memberikan peringatan. Facebook menampilkan peringatan bagi pengguna yang akan menyebarluaskan informasi dengan potensi kekeliruan. Dalam melakukan klasifikasi, Facebook menggandeng komunitas serta pihak ketiga.

Kelima, memperhatikan kualitas artikel serupa. Keenam, menerima masukan dari para jurnalis serta pihak-pihak lain di industri media. (Baca: Ikuti Snapchat, Instagram Hadirkan Livestreaming)

“Langkah-langkah tersebut bisa berhasil, tapi juga mungkin gagal,” kata Zuckerberg. Namun, ia memastikan Facebook menyikapi persoalan peredaran informasi keliru dengan serius.