Setelah 17 Tahun, BlackBerry Berhenti Produksi Ponsel

Agung Samosir (Katadata)
29/9/2016, 09.46 WIB

BlackBerry Ltd. akhirnya memutuskan tidak lagi memproduksi perangkat ponsel pintar (smartphone). Padahal, perusahaan asal Kanada ini sempat menjadi ikon dan pionir smartphone sejak 17 tahun silam.

Keputusan penting itu disampaikan oleh Chief Executive Officer BlackBerry John Chen, setelah memangku jabatan itu selama hampir tiga tahun. Ia sebelumnya sudah menyerahkan sejumlah kegiatan produksi ponsel kepada  Foxconn Technology Group. Pertimbangannya, BlackBerry dinilai akan lebih mudah  meraih keuntungan secara konsisten dengan melepaskan bisnis  ponsel pintarnya.

"Pasar berbicara dan saya mendengarkan," kata Chen dalam diskusi  dengan wartawan, seperti dilansir Bloomberg, Rabu (28/9). Ia menyatakan kekuatan BlackBerry yang sebenarnya terletak pada piranti lunak (software), perusahaan, dan keamanan. (Baca: BlackBerry Gandeng Emtek untuk Konten Digital Ekslusif)

Setelah dalam beberapa tahun terakhir berusaha bersaing, manajemen BlackBerry harus mengakui kekalahannya dari Apple  Inc. yang membesut smartphone iPhone dan Samsung Electronics Co. yang mengusung Android. Kini, BlackBerry menyerahkan  produksi ponsel kepada para mitranya di luar negeri dan fokus kepada bisnis yang lebih menguntungkan serta software yang  sedang berkembang.

Strategi baru BlackBerry itu diharapkan mampu mendongkrak margin dan meningkatkan penjualan ponsel bermerek tersebut. Chen mengatakan merek BlackBerry masih memiliki kekuatan di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Afrika Selatan dan Nigeria.

BlackBerry menyatakan telah menandatangani perjanjian dengan satu perusahaan Indonesia untuk memproduksi sekaligus mendistribusikan perangkatnya. Selain itu, BlackBerry sedang menjalani proses kerjasama dengan pabrik-pabrik di India dan Cina. Perusahaan tetap akan merancang aplikasi ponsel pintar serta sistem operasi Android dalam versi Alphabet Inc. dengan tingkat keamanan ekstra.

"Ini jalan keluar yang akhirnya mereka tempuh," kata analis dari BCG Partners, Golin Gillis. Ia pun menilai Chen akan tetap mampu meneruskan strateginya mengembangkan software BlackBerry selama mampu menjaga arus kas dari hasil strategi tersebut. (Baca: Bisnis Ponsel Lagi, Nokia Akan Luncurkan Smartphone Android)

Strategi ini ditempuh Chen untuk memastikan merek BlackBerry tetap berkibar sebagai penyedia piranti lunak pada pinsel pintar dengan keamanan tinggi. Meski ponsel keluaran terbarunya, DTEK50, hampir seutuhnya diproduksi oleh perusahaan lain, strategi baru BlackBerry ini tetap merupakan langkah besar bagi perusahaan yang sempat bernilai US$ 80 miliar tersebut. Namun, saat ini, nilai pasar BlackBerry hanya tersisa US$ 4,3 miliar.

(Baca: Jokowi: Perusahaan Pemula Harus Diprioritaskan dan Difasilitasi Modal)

BlackBerry menyatakan pemasukan dari software dan jasa lainnya meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi US$ 156 juta pada kuartal II lalu dibandingkan periode sama tahun sebelumnya. Namun, pendapatan dari software masih merosot dibandingkan kuartal sebelumnya, yang sebesar US$ 266 juta.

Chen menargetkan BlackBerry meraup pendapatan tahunan dari software sebesar US$ 500 juta. Selanjutnya, ia membidik pertumbuhan 30 persen pada Maret 2017.

Ketika BlackBerry pertama kali merilis ponsel pintar BlackBerry seri 850 pada 1999, perangkat ini menggabungkan papan ketik fungsional QWERTY dengan fasilitas e-mail, yang menjadi pembuka era modern smartphone. Karena memiliki sistem operasi dengan keamanan tinggi, para penggunanya tersebar di mana-mana. Mulai dari kereta komuter, restoran, hingga rumah. Bahkan, Presiden Amerika Serikat Barack Obama setia memakai perangkat BlackBerry, sebelum akhirnya dikabarkan beralih pada Samsung awal tahun ini.

BlackBerry mulai mendapat saingan seiring peluncuran iphone oleh Apple pada 2007. Perangkat ini menggunakan layar sentuh (touchscreen) serta memperkenalkan lapak aplikasi App Store. Awalnya, konsumen menyatakan tidak ingin meninggalkan BlackBerry dengan keyboard dan kemudahannya. Namun, daya tarik ragam aplikasi akhirnya menyedot para pengguna ponsel untuk berpangkat kepada perangkat ponsel berbasiskan Android maupun iOS.

"Ini sudah tak terelakkan. Mereka (BlackBerry) tidak memiliki jumlah yang banyak untuk bisa mempertahankan keuntungan," ujar seorang analis Bloomberg Intelligence, Matthew Kanterman. BlackBerry hanya menjual 400 ribu ponsel pada kuartal kedua tahun ini. Jumlah ini hanya separuh penjualan pada periode sama tahun lalu. Sementara itu, Apple menjual lebih dari 40 juta iPhone pada kuartal II-2016.