Facebook hingga Twitter Diminta Lapor soal Hoaks Corona ke Uni Eropa

Kominfo
Ilustrasi, konten virus corona yang distempel hoaks oleh Kominfo beredar pada Mei 2019.
11/6/2020, 14.07 WIB

Uni Eropa meminta Facebook, Google, Twitter hingga TikTok memerangi disinformasi dan hoaks, salah satunya terkait virus corona. Perusahaan pengembang platform media sosial diminta mengirimkan laporan bulanan tentang bagaimana mereka menangani penyebaran informasi salah seputar pandemi Covid-19.

European Commission pun mengumumkan pedoman baru untuk perusahaan pengembang media sosial, kemarin (10/6). Facebook, Google hingga Twitter juga telah mendaftar ke lembaga kode etik Uni Eropa.

Pedoman baru tersebut dibuat, karena para pemimpin lembaga kesehatan dunia memperingatkan tentang masifnya penyebaran informasi salah terkait pandemi corona. "Kami menyaksikan gelombang informasi yang salah dan menyesatkan, tipuan dan teori konspirasi serta operasi pengaruh yang ditargetkan oleh aktor asing," ujar Commission Vice President Josep Borrell, dikutip dari CNN International, Rabu (10/6). 

(Baca: 723 Hoaks Corona, Salah Satunya Bansos Rp 2 Juta Bagi Semua Rakyat RI)

Beberapa disinformasi itu di antaranya bertujuan mengganggu demokrasi di negara-negara anggota Uni Eropa, kredibilitas organisasi dan otoritas nasional. Terlebih lagi, informasi sesat ini terjadi saat pandemi corona terus menyebar.

European Commission menginginkan perusahaan seperti Twitter dan Facebook memberikan laporan bulanan, dengan data terperinci tentang pandemi Covid-19. "Kami juga ingin media sosial menjadi lebih transparan tentang implementasi kebijakan, dengan memberi tahu pengguna tentang disinformasi," ujar dia.

Salah satu konten salah yang beredar yakni video konspirasi bernama 'Plandemic'. Video ini diberi deskripsi bahwa virus corona merupakan buatan para tokoh utama dunia dan organisasi kesehatan.

(Baca: Daftar Aplikasi Terbaru Facebook, Internet Gratis hingga Data Corona)

Anggota parlemen senior Inggris Yvette Cooper pun mengecam Google, karena video yang memuat informasi salah seperti itu beredar di YouTube. Bahkan, algoritma YouTube merekomendasikan video anti-vaksinasi.

Menanggapi hal itu, Presiden EMEA Business & Operations Google Matt Brittin mengakui bahwa masyarakat butuh informasi akurat terkait corona. Perusahaan pun berkomitmen untuk bekerja sama dengan otoritas Eropa dan negara lain.

"Kami berkomitmen terhadap Kode Praktik dan bekerja bersama untuk menemukan cara-cara baru dan kreatif untuk melanjutkan perjuangan melawan disinformasi," ujar Brittin.

(Baca: Google Hapus Konten Prank Sembako Sampah YouTuber Ferdian Paleka)

Juru bicara Facebook juga setuju untuk mengurangi informasi salah tentang Covid-19. Begitu juga dengan Wakil Presiden Kebijakan Publik Twitter Sinead McSweeney. Twitter mengaku sudah mengembangkan pemrograman antarmuka yang terbuka bagi para peneliti untuk lebih memahami bagaimana informasi menyebar di platform.

Sedangkan Kepala Eksekutif TikTok Kevin Mayer dikabarkan sudah melapor ke salah satu pejabat tinggi Uni Eropa, tentang cara memerangi disinformasi. "TikTok memiliki peran untuk bermain melawan informasi, terutama dalam pertarungan," ujar Komisaris Uni Eropa Thierry Breton, dikutip dari CNBC International.

 

(Baca: Pengguna yang Suka Unggahan Hoaks Bakal ‘Dipajang’ di Facebook)

Reporter: Cindy Mutia Annur