Trump Berencana Blokir, Tiktok: CEO Kami Berasal dari AS

123RF.com/Alexey Malkin
Ilustrasi, aplikasi video musik pendek TikTok. Presiden Amerika Serikat Donald Trump berencana memblokir aplikasi Tiktok yang berasal dari Tiongkok.
9/7/2020, 11.06 WIB

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berencana memblokir aplikasi video pendek TikTok. Hal itu dipicu ketegangan hubungan AS dan Tiongkok.

Padahal, perusahaan besutan ByteDance itu memiliki CEO dari Negeri Paman Sam. "TikTok dipimpin oleh CEO (asal) Amerika, dengan ratusan karyawan dan pemimpin 'kunci' di seluruh keselamatan, keamanan, produk, dan kebijakan publik di AS," ujar juru bicara TikTok dikutip dari TheVerge, Rabu (8/7).

Perusahaan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki prioritas yang lebih tinggi selain mempromosikan keselamatan dan keamanan produk untuk pengguna Tiktok. "Kami juga tidak pernah memberikan data pengguna kepada pemerintah Tiongkok, kami juga tidak akan melakukannya jika diminta," ujar juru bicara tersebut.

Pernyataan TikTok itu muncul setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan bahwa negaranya sedang mempertimbangkan larangan bagi aplikasi media sosial Tiongkok. Aplikasi tersebut dianggap berbahaya.

"Untuk menghormati orang-orang yang menggunakan aplikasi Tiongkok di ponsel mereka, AS bakal (mempertimbangkan) hal ini dengan tepat," ujar Pompeo. 

Selama beberapa tahun terakhir, anggota parlemen AS khawatir tentang penanganan data pengguna TikTok. Parlemen juga khawatir mengenai hubungan antara perusahaan induk TIktok, ByteDance yang berbasis di Beijing, dengan pemerintah Tiongkok. Anggota parlemen AS menuduh bahwa TikTok dapat 'ditekan' untuk menyerahkan data atau intelijen lainnya kepada Partai Komunis Tiongkok.

(Baca: Dilarang di India, TikTok Kehilangan 200 Juta Pengguna & Rugi Rp 87 T)

Pemerintah India pada pekan lalu melarang TikTok dan aplikasi lain seperti WeChat yang terhubung dengan Tiongkok. Kebijakan tersebut diambil atas tuduhan keterlibatan aplikasi Tiongkok dalam kegiatan yang merugikan kedaulatan dan integritas India.

Menanggapi hal tersebut, TikTok mengatakan bahwa perusahaan terus mematuhi semua privasi data dan persyaratan keamanan berdasarkan hukum India. "Kami tidak pernah berbagi informasi pengguna kami di India dengan pemerintah asing mana pun, termasuk Pemerintah Tiongkok," ujar perusahaan.

Sebagai informasi, TikTok, menjadi salah satu dari 59 aplikasi yang dilarang oleh pemerintah India pasca konflik perbatasan antar kedua negara. Akibat larangan itu, TikTok kehilangan 200 juta pengguna dalam sehari dan diproyeksi rugi hingga US$ 6 miliar atau Rp 87 triliun.

Menurut Caixin Global, seorang sumber mengatakan bahwa jumlah kerugian dari pelarangan TikTok itu akan lebih besar dibanding gabungan kerugian untuk 58 aplikasi asal Tiongkok lain yang juga dilarang di India.

Padahal, perusahaan pengembang TikTok, ByteDance, telah menginvestasikan lebih dari US$ 1 miliar atau Rp 14 triliun untuk memperluas basis pengguna di India. Berdasarkan data dari Sensor Tower, aplikasi TikTok telah diunduh sekitar 2 miliar kali secara global. India menyumbang 611 juta unduhan.

Reporter: Cindy Mutia Annur