Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google mendukung solusi multilateral terkait pajak digital yang tengah dibahas oleh Organisasi untuk Kerja sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Dukungan ini disampaikan ketika Presiden AS Donald Trump menyelidiki sembilan negara terkait pajak digital.
Pembahasan OECD itu melibatkan lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia. Mereka membahas peraturan pajak digital, khususnya yang bersifat antarnegara, untuk kemudian menghasilkan solusi multilateral.
Namun, pembahasan itu terganjal pandemi corona. (Baca: Trump Bidik RI soal Pajak Digital, Sri Mulyani Siapkan Argumen Ini)
Kendati begitu, CEO Google Sundar Pichai menyatakan dukungannya atas pembahasan solusi multilateral terkait pajak digital tersebut. Ia menilai, kerangka kerja yang dikaji OECD bisa menjadi pendekatan yang tepat untuk memajaki perusahaan-perusahaan berbasis teknologi.
"Ini bukan (masalah) bagi perusahaan individual untuk dipecahkan," kata Pichai dikutip dari Reuters, kemarin (13/7). "Kami akan mendukung keterlibatan OECD."
Namun, baru-baru ini Google dan perusahaan lain mengungkapkan keprihatinannya atas keputusan India yang mengenakan pajak digital 2%. Kebijakan ini juga berlaku atas pendapatan iklan yang diperoleh korporasi di luar negeri.
Pichai enggan berkomentar terkait pajak digital di India saat wawancara dengan Reuters. (Baca: 9 Negara yang Masuk Radar Trump dalam Investigasi Pajak Digital)
Selain itu, Presiden AS Trump juga tengah menginvestigasi sembilan negara terkait pajak digital. Negara itu di antaranya Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Indonesia, Italia, Spanyol, Turki dan Inggris.
Penyelidikan dilakukan karena semakin banyak negara mempertimbangkan aturan pajak untuk layanan berbasis online atau dalam jaringan (daring). Dengan begitu, perusahaan digital akan dikenakan pajak berdasarkan tempat penjualan produk, bukan hanya negara asalnya.
Sedangkan AS merupakan rumah bagi sejumlah perusahaan teknologi besar, seperti Google, Amazon, Apple, dan Facebook. AS khawatir ada diskriminasi terhadap perusahaan-perusahaan digital, terutama yang berasal dari negaranya.
(Baca: Potensi Pajak dari Netflix, Spotify, Gim Online Dinilai Tak Maksimal)