Beberapa modal ventura menilai, minat investor terhadap sektor startup Indonesia tidak akan banyak berubah dibanding tahun lalu. Setidaknya, teknologi finansial (fintech), pendidikan dan kesehatan masih akan diminati pada 2020.
Vice President Investment BRI Ventures William Gozali mengatakan, investor masih akan mengincar startup di bidang-bidang yang vertikal bisnisnya sudah matang. “Karena tren industri tidak akan berubah dalam waktu yang sangat singkat,” kata dia kepada Katadata.co.id, hari ini (3/1).
Menurut dia, fintech masih akan diminati investor. Lalu, pendidikan dan kesehatan juga dilirik penanam modal, karena pemerintah menggelontorkan dana yang cukup besar untuk kedua pos keuangan ini.
“Semakin banyak pemain baru bermunculan. Dua sektor ini (pendidikan dan kesehatan) memiliki pangsa pasar yang besar dan highly regulated. Jadi ini akan menjadi long-term play,” kata dia.
(Baca: Delapan Pertimbangan Investor Sebelum Berinvestasi di Startup)
Ia juga menilai, investor masih akan berinvestasi di e-commerce. Namun, yang pendekatannya Direct-to-Consumer (D2C). “Dengan data yang semakin banyak tersedia, e-commerce untuk barang-barang dipersonalisasi akan bertumbuh,” katanya.
Bahkan, ia memperkirakan pertumbuhan e-commerce signifikan pada tahun ini. Asalkan, perusahaan tersebut berfokus pada data-driven, bukan promosi atau ‘bakar uang’.
Selain itu, ia memperkirakan startup penunjang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) serta Software as a Service (SaaS) akan terus bertumbuh. Begitu juga dengan digital media, menurut dia, akan berevolusi menjadi semakin interaktif.
Chief Excecutive Office Mandiri Capital Eddi Danusaputro sepakat bahwa fintech masih akan diminati oleh para investor. "Fintech terus prospektif dan ada beberapa subsector yang kami minati, yakni insurtech dan remitansi," ujar dia.
(Baca: Investor Masih Minati Fintech Tahun Depan, tapi Makin Selektif)
Partner Venturra Capital Raditya Pramana menyampaikan, investor akan melihat kemampuan fintech—yang akan diiinvestasi—dalam mengukur risiko kredit. “Ini kami sendiri bisa fokuskan,” katanya, beberapa waktu lalu (11/12).
Dalam empat tahun terakhir, ia mencatat bahwa fintech di bidang pembiayaan (lending) dan pembayaran (wallet) yang paling banyak mendapat pendanaan. Kini, investor berfokus pada penggunaan (usecase) layanan fintech.
Ia mencontohkan, satu aplikasi dompet digital bisa digunakan untuk membayar layanan transportasi, e-commerce hingga gim. Jika tingkat penggunaannya tinggi, maka nilai uang yang ditempatkan di aplikasi tersebut akan besar sehingga potensi transaksinya jua meningkat.
“Saya rasa yang menarik tiga hingga lima tahun ke depan, pemain fintech pembayaran itu usecase-nya paling jelas. Jadi orang akan mulai taruh uang lebih banyak. Dua tahun ke belakang, karena dengan diskon dan marketing itu usecase-nya meningkat,” kata dia.
(Baca: Mantan Menteri Kominfo Optimistis Ada 3 Unicorn Baru pada 2020)
Hal-hal seperti itu lah yang mulai dikaji oleh investor sebelum berinvestasi di fintech. Selain itu, menurut dia ada banyak sub bidang fintech yang bisa digali oleh pelaku usaha seperti pinjaman untuk pendidikan, asuransi teknologi (insurtech), mata uang virtual (cryptocurrency), dan lainnya.
Managing Partner Kejora Ventures Eri Reksoprodjo menyampaikan hal serupa. “Digital inklusi memberi ruang investasi yang sangat baik. Fintech masih banyak investor dari luar negeri yang mencari,” kata dia.
Pertumbuhan kepemilikan rekening perbankan di Indonesia merupakan salah satu yang tercepat di Asia Timur dan Pasifik. Di satu sisi, pengguna ponsel pintar (smartphone) di Tanah Air juga cukup banyak. Hal ini menjadi peluang bagi pelaku fintech.