Startup Finfleet Bantu 12 Bank Gaet Konsumen Tanpa Buka Cabang

instagram/@finfleet
Ilustrasi, CEO FinFleet Brata Rafly (paling kanan) dalam acara Fintech Summit di JCC, Jakarta, 23-24 September lalu. Startup FinFleet menggabungkan layanan logistik dan laku pandai untuk membantu bank hingga teknologi finansial (fintech) menggaet konsumen tanpa harus buka cabang.
Penulis: Desy Setyowati
23/10/2019, 07.15 WIB

Startup Finfleet menggabungkan layanan logistik dan laku pandai untuk membantu bank hingga teknologi finansial (fintech) menggaet konsumen tanpa harus buka cabang. Saat ini, Finfleet sudah menyediakan layanan untuk 12 bank.

CEO Finfleet Brata Rafly menyebutkan, perusahaannya telah membantu selusin bank tersebut untuk menyalurkan kredit hingga Rp 40 miliar per bulan. “Rerata rate-nya Rp 1 juta sampai Rp 5 juta untuk Kredit Tanpa Agunan (KTA) per bank,” kata dia di Jakarta, beberapa waktu lalu (17/10).

Finfleet berganti model bisnis dari sebelumnya marketplace logistik bernama Etobee. Kini, perusahaan rintisan ini mengusung konsep bisnis doorstep financial services.

Startup ini memiliki 600 agen yang statusnya merupakan karyawan kontrak. Agen tersebut mendapat pelatihan dan pengarahan setiap pagi—selama hari kerja—untuk menjual produk keuangan seperti kredit, membuat rekening, dan lainnya.

Agen akan mendatangi calon konsumen ke rumah. Mereka sebelumnya bekerja sebagai kurir Etobee. “Pendapatan mereka naik tiga sampai empat kali lipat dibanding sebelumnya,” kata Brata.

(Baca: Ada 15 Kategori, OJK Buka Peluang Rilis Aturan Baru Terkait Fintech)

Dengan konsep bisnis doorstep financial services ini, ia mengklaim perusahaannya mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan hingga 150% setiap tahun. Dengan margin tumbuh rerata 15-20%. "Supaya bisa profit, kami tidak hanya mengantar dokumen," katanya.

Brata menilai, bisnis ini potensial karena beberapa bank dan perusahaan keuangan lainnya masih kesulitan menggaet konsumen di pelosok Indonesia. Apalagi, berdasarkan sepengetahuannya, bank butuh US$ 1 juta untuk membangun satu cabang.

Selain itu, regulasi membatasi bank asing dalam membangun cabang di Indonesia. “Kami juga bisa tes market, yang bisa membantu mereka untuk ekspansi,” kata dia. Untuk bank lokal, menurut dia layanannya memudahkan mereka untuk bersaing dengan fintech.

(Baca: Sebanyak 127 Fintech Pinjaman Sudah Melayani 15 Juta Penduduk)

Ia pun menyampaikan bahwa kepercayaan merupakan hal utama dalam industri keuangan. Karena itu, ia menerapkan teknologi antarmuka pemrogaman aplikasi (application programming interface/API), yang memungkinkan platform-nya terhubung dengan bank atau fintech.

Dengan begitu, bank bisa memantau penjualan produk keuangannya oleh agen Finfleet. “Agen bisa menjual lebih dari satu produk keuangan, bisa juga tidak. Amunisinya kami yang pasang, tergantung kesepakatan. Lead-nya bank,” kata dia.

Beberapa bank yang sudah menggunakan layanannya adalah DBS, Bank Negara Indonesia (BNI), OCBC NISP, UOB, Bank Danamon, BTPN, Bank Permata, dan CIMB Niaga. PT Visionet Internasional (OVO) juga memakai layanan FinFleet.

(Baca: Perbankan dan Fintech Pembayaran, Bukan Lawan tapi Kawan)

Lalu, Shopintar, Adira, dan Alodokter menggunakan jasa Finfleet dalam hal know your costumer (KYC), menjual produk, dan mengantar dokumen atau pembayaran. Fintech pembiayaan (lending) seperti Investree dan Modalku juga memakai layanan Finfleet.

Saat ini, Finfleet sudah mendapat pendanaan seri A senilai US$ 3,5 juta dari dari Kejora Ventures, XL Axiata, Gobi Ventures, Skystar Ventures, dan Asian Trust Capital pada awal tahun ini. “Rencananya kami mau galang lagi pendanaan seri B,” kata dia.

Perusahaan rintisan ini pun tengah mendaftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai supporting fintech. Bisnisnya diatur dalam regulasi terkait inovasi keuangan digital (IKD). Meski begitu, mereka sudah mendapat lisensi pos untuk layanan kurir dan pengiriman barang, serta sertifikat ISO 27001 terkait keamanan data.

(Baca: BI Catat Pemakaian Uang Elektronik Melonjak, Transfer Bank Menurun)

Reporter: Desy Setyowati