Pada masa kejayaan Jawbone, sang pendiri masuk ke dalam jajaran CEO dan pendiri perusahaan di bawah usia 40 tahun versi majalah Fortune. Hasan juga masuk dalam jajaran 100 Orang Paling Berpengaruh 2014 versi majalah Time.
Pada September 2013, perusahaan mendapatkan pinjaman US$ 93 juta dari Silver Lake, JP Morgan, dan Wells Fargo. Para investor terdahulu juga menambah modal sebesar US$ 20 juta.
Perusahaan mendapatkan pinjaman US$ 300 juta dari BlackRock pada April 2015 dan mengakhiri kesepakatan pinjaman dari Silver Lake, JP Morgan, dan kawan-kawan. Namun, Jawbone mulai menghadapi masalah. Perusahaan digugat oleh Flextronics atas transaksi senilai US$ 20 juta yang tak terselesaikan.
Seperti dilansir The Verge, Jawbone juga menghadapi sengketa paten dengan Fitbit, produsen gelang fitness trackers. International Trade Commission (ITC) AS memenangkan Fitbit dalam sengketa ini. Kinerja perusahaan semakin memburuk dan akhirnya berhenti beroperasi pada Juli 2017.
(Baca: Traveloka Pimpin Investasi Rp 85,2 Miliar di Startup Asal Vietnam)
4. Theranos
Theranos adalah perusahaan swasta di bidang teknologi kesehatan yang didirikan oleh Elizabeth Holmes pada 2003. Pada waktu itu, Holmes yang berusia 19 tahun mengklaim menemukan produk tes darah yang hanya membutuhkan 1/100 bahkan 1/1000 dari darah yang dibutuhkan dalam tes biasa. Tes darah versi Theranos ini biayanya lebih murah dan hasilnya bisa dilihat lebih cepat.
Theranos mendapatkan pendanaan lebih dari US$ 700 juta dari berbagai modal ventura, termasuk Blue Cross BlueShield Venture Partners, Rupert Murdoch, dan Walgreens. Dalam waktu sepuluh tahun, valuasi Theranos mencapai US$ 10 miliar. Investor dan media massa mengelu-elukan Theranos sebagai terobosan besar di industri laboratorium diagnostik.
Pada masa jayanya, kekayaan Holmes mencapai US$ 4,5 miliar. Namun, investigasi yang dilakukan reporter The Wall Street Journal, John Carreyrou pada Oktober 2015 menjadi titik balik bagi Theranos. Teknologi Theranos diragukan. Perusahaan pun menghadapi serangkaian masalah hukum dari regulator kesehatan, investor, pengawas bursa AS, hingga Kejaksaan Agung setempat.
Pada Juli 2016, perusahaan mendapatkan sanksi dari Centers for Medicare and Medicaid Services (CMS). Beberapa izinnya dicabut, Holmes dan beberapa direksi perusahaan dilarang membuka bisnis laboratorium hingga dua tahun berikutnya. Nilai kekayaan Holmes pun amblas karena harga sahamnya anjlok. Perusahaan hampir bangkrut jika tidak mendapat pinjaman senilai US$ 100 juta dari Fortress Investment Group untuk mendapatkan hak paten pada 2017.
Pada Maret 2018, Theranos, Holmes dan mantan CEO Theranos Ramesh Balwani dinyatakan melakukan penipuan (fraud) oleh pengawas pasar modal AS (SEC). Salah satu alasannya karena pada 2014 perusahaan menyebut memiliki pendapatan tahunan US$ 100 juta padahal sebenarnya hanya US$ 100 ribu.
Holmes harus membayar denda US$ 500 ribu dan mengembalikan 18,9 juta sahamnya di Theranos. Ia juga dilarang menjadi direksi perusahaan publik selama sepuluh tahun. Jika Theranos dilikuidasi atau diakuisisi perusahaan lain, Holmes tidak akan mendapat bagian dari kepemilikan sahamnya sampai dana sebesar US$ 750 juta dikembalikan kepada investor dan pemegang saham utama.
Kasus penipuan Holmes ini akan disidangkan pada 2020. Holmes menghadapi ancaman penjara 20 tahun dan denda jutaan dolar. Kisahnya segera diangkat ke layar lebar dan aktris Jennifer Lawrence ditunjuk untuk memerankan Holmes.
(Baca: Dua Bos Unicorn Sarankan Startup Tak Alergi dengan Investor Asing)