Perusahaan rintisan alias startup HappyFresh meraih pendanaan Seri C sebesar USD 20 juta atau sekitar Rp 280 miliar. Pendanaan tersebut berasal dari sejumlah investor seperti Marae Asset-Naver Asia Growth Fund yang juga investor Bukalapak, investor Line Ventures, Singha Ventures, Grab Ventures, Sinar Mas Digital Ventures, 500 Startups, dan BeeNext.
CEO HappyFresh Guillem Segarra mengatakan, modal baru tersebut akan digunakan perusahaan untuk menggandakan teknologi, yang mencakup peningkatan personalisasi bagi pelanggan ketika mereka berbelanja, serta logistik yang lebih efisien. Ia melanjutkan, perusahaannya juga membuka peluang berekspansi ke beberapa kota di Asia Tenggara.
“Ketika kami melihat ekspansi, kami akan sangat berhati-hati dan pergi ke kota-kota yang memberikan jalur keuntungan jangka panjang," ujar Guillem seperti dikutp dari TechCrunch, Senin (22/4). Ia melanjutkan, perusahaannya juga memastikan sebelum melakukan ekspansi, mereka harus memahami selera pasar di wilayah tersebut.
(Baca: Grab Beli Minoritas Saham HappyFresh untuk Kembangkan GrabFresh)
Guillem mengklaim bahwa perusahaannya telah memperoleh untung di lokasi HappyFresh beroperasi. Ia menjelaskan, fokus baru perusahaan tidak hanya pada teknologi dan pengecer (retailer) yang bekerja dengan HappyFresh, melainkan juga bermitra dengan perusahaan lain. Misalnya, pelanggan dapat berbelanja bahan makanan langsung dari aplikasi Grab.
HappyFresh, startup yang bergerak di bidang e-grocery, mengoperasikan armada pengiriman dan stafnya sendiri dan memilih bahan makanan segar dari supermarket yang bermitra dengannya. Menurut Guillem, di Jakarta armadanya telah mencapai ribuan.
(Baca: Saingi Go-Mart, Grab Gandeng HappyFresh Luncurkan GrabFresh)
Guillem melanjutkan, sistem rute dan pengiriman yang digerakkan teknologi HappyFresh dapat membuat pengemudi bekerja efisien sehingga mereka dapat mengoptimalkan hampir 90% waktunya. Ia mengatakan, satu pengendara meliputi sebuah cluster, yang terdiri dari sekelompok toko dan supermarket yang berbeda.
Ia menjelaskan, masyarakat di Cina menggunakan 7%-10% adopsi bahan makanan online dan di Korea mencapai 20%. Menurut dia, di Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara secara keseluruhan, perusahaannya telah mengadopsi pasar makanan online sebesar hampir 1%. Padahal, pada dua hingga tiga tahun yang lalu, perusahaannya masih berada di angka 0,1%
(Baca: Tren Belanja Pangan secara Daring Terus Tumbuh)
Menurut indikator HappyFresh, pangsa pasar untuk pembelian bahan makanan online akan tumbuh menjadi 4% hingga 6% dalam beberapa tahun mendatang. “Sebab bahan makanan merupakan 25% dari pengeluaran rumah tangga di Indonesia, jadi ini adalah kategori besar," ujar Guillem.
Perusahaan yang diluncurkan pada 2015 ini telah aktif di Indonesia, Thailand dan Malaysia. Selain itu, perusahaan ini juga pernah mengumpulkan pendanaan sebesar USD 12 juta atau sekitar Rp 168 miliar dari pendanaan sebelumnya.