Startup penyedia layanan video on demand (VoD) iFlix dikabarkan tengah dalam pembicaraan untuk penjualan perusahaan. Kabar ini muncul kurang dari dua bulan setelah pesaingnya, Hooq menutup layanan per 30 April.
Penjualan perusahaan dilakukan karena iFlix menghadapi krisis utang. “Perusahaan menargetkan untuk menutup kesepakatan pada akhir bulan ini,” demikian kata sumber internal iFlix kepada DealStreetAsia, dikutip dari Nikkei Asian Review, akhir pekan lalu (11/6).
Salah satu perusahaan yang berencana mengakuisisi yakni berbasis di Tiongkok. Hanya, iflix dan Mandala Asset Solutions tidak menanggapi permintaan komentar.
Sebelumnya, Chairman iFlix Patrick Grove dan salah satu pendiri Luke Elliott mengundurkan diri dari dewan pada 9 April lalu. Grove dan Elliott merupakan pendiri Catcha Group, pemegang saham utama iflix.
(Baca: iFlix PHK Karyawan Akibat Pandemi Corona dan Beban Utang)
Dua direktur iFlix lainnya yakni David Nairn dan Mark Andrew Licciardo mengundurkan diri pada hari yang sama.
Kemudian, perusahaan menunjuk Ryan Shaw dan John Zeckendorf untuk menjabat posisi dewan pada 7 Mei. Shaw dan Zeckendorf merupakan prinsipal dari Mandala Asset Solutions yang berbasis di Australia.
Perubahan dewan itu terjadi ketika iflix semakin dekat dengan tenggat waktu penyelesaian penawaran saham perdana (IPO) pada 31 Juli nanti. Namun, cadangan kas perusahaan disebut-sebut hanya US$ 12,7 juta.
Perusahaan juga melaporkan kerugian bersih US$ 158,1 juta pada 2018. Ini terjadi karena ‘bakar uang’ atau promosi US$ 25,5 juta, sehingga liabilitas atau kewajiban bersih iFlix mencapai US$ 68,6 juta pada akhir 2018.
Nilai itu termasuk US$ 77,7 juta modal kerja negatif. Pada September 2019, perusahaan memperkirakan bahwa modal hanya cukup untuk overhead dan administrasi hingga 30 November 2019.
(Baca: iFlix & Hooq Goyah saat Bisnis Video Streaming Panen Trafik, Mengapa?)
Namun, iflix belum juga mengumumkan pendanaan tambahan sejak saat itu. Di satu sisi, investornya yakni Surya Citra Media (SCM) memutuskan untuk menarik dana Rp 98,62 miliar pada 31 Desember 2019.
Terakhir, iflix mengumumkan tambahan modal dari Fidelity International, MNC Group, Yoshimoto Kogyo dan JTBC pada 2019. Investor sebelumnya yakni Hearst Communications, EDBI, Liberty Global, Zain, Sky Plc dan Evolution Media Capital.
Perusahaan berencana IPO tahun ini. Akan tetapi, pada Januari lalu beberapa sumber industri mengatakan kepada DealStreetAsia bahwa rencana IPO ditunda. iFlix pun mencari tambahan dana sekitar US$ 50 juta dari investor yang ada.
Pada April lalu, iFlix justru melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Selain karena terdampak pandemi corona, perusahaan harus segera membayar utang yang jatuh tempo.
CEO iFlix Marc Barnett mengatakan industri VoD terpukul pandemi corona. Padahal, transaksi streaming film melonjak karena masyarakat dunia di rumah saja untuk menghindari penularan virus corona.
(Baca: Saingi Netflix hingga IndoXXI, Anak Usaha Gojek Galang Pendanaan)
"Keputusan kami mengurangi jumlah karyawan perusahaan diambil setelah pertimbangan yang cermat dan dalam hubungannya dengan langkah-langkah memangkas biaya lainnya,” ujar Barnett dalam pernyataan resminya kepada Katadata.co.id, Jumat (17/4). Langkah ini diambil supaya perusahaan bisa bertahan di tengah ketidakpastian dan keterbatasan akibat pandemi Covid-19.
Pesaingnya, Hooq juga menutup layanannya per 30 April. Setelah melakukan pengajuan likuidasi akhir Maret lalu, perusahaan asal Singapura ini mengatakan bahwa platform-nya tak lagi mengenakan biaya bagi pelanggan yang sudah ada maupun pengguna baru.
Country Head Hooq Indonesia Guntur Siboro mengatakan, keputusan likuidasi diambil oleh para pemegang saham perusahaan. "Dugaan saya, karena pemegang saham ingin konsentrasi pada bisnis inti selama masa sulit seperti saat ini," ujar Guntur kepada Katadata.co.id, pada April lalu (29/4).
(Baca: Ideosource Suntikkan Dana ke GoPlay untuk Bersaing dengan Netflix)