Perusahaan teknologi finansial (fintech) pembayaran OVO dan DANA dikabarkan sepakat untuk merger. Kabar ini berhembus setelah pesaingnya, GoPay besutan Gojek, mendapat pendanaan dari Facebook dan PayPal.
Hanya, CEO DANA Vincent Iswara enggan berkomentar mengenai isu tersebut. “Saya tidak dapat berkomentar terkait rumor pasar,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (15/6).
Begitu juga dengan OVO. “Kami tidak mengomentari rumor yang beredar di industri,” ujar Head of Public Relations OVO Sinta Setyaningsih.
Kabar mengenai kesepakatan untuk merger antara DANA dan OVO itu pertama kali dilaporkan oleh Bloomberg. “Mereka bertujuan mengurangi ‘bakar uang’,” demikian kata sumber yang mengetahui informasi tersebut, dikutip dari Bloomberg, akhir pekan lalu (12/6).
(Baca: Gojek Jadi Perusahaan RI Pertama yang Kantongi Pendanaan dari Facebook)
Sumber juga menyampaikan, penandatanganan perjanjian antara kedua perusahaan tertunda karena pandemi corona. Oleh karena itu, syarat dan waktunya bisa saja berubah, termasuk terkait kesepakatan tersebut.
Kendati begitu, Ketua Asosiasi Modal Ventura untum Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait menilai, jika OVO dan DANA jadi merger, maka bisnis perusahaan akan semakin kuat. “Juga memperkuat pangsa pasar dan sinergi,” kata dia kepada Katadata.co.id.
Berdasarkan catatan Katadata.co.id, pengguna DANA mencapai 40 juta saat ini. Selama pandemi Covid-19, transaksinya tumbuh 15%, terutama untuk pembelian pulsa, belanja online, dan pembayaran tagihan. Namun, transaksi offline turun 15%.
(Baca: Lippo Dikabarkan Jual Ovo kepada Emtek, Akan Dimerger dengan DANA?)
Sedangkan jumlah pengguna baru OVO meningkat hampir empat kali lipat atau 267% selama pandemi virus corona. Pembayaran untuk e-commerce dan pencairan pinjaman melonjak.
Rinciannya, pembayaran untuk e-commerce tumbuh 110%, pinjaman 50%, dan pesan-antar makanan 15%. Sebagaimana diketahui, OVO bekerja sama dengan Grab terkait layanan pembayaran.
Aplikasi OVO telah diunduh lebih dari 115 juta kali per akhir tahun lalu. Perusahaan fintech pembayaran ini juga sudah menggaet sekitar 500 ribu mitra penjual di 354 kota Indonesia.
Sedangkan LinkAja memiliki 40 juta lebih pengguna per akhir Maret lalu. Selain itu, ada 500 ribu lebih mitra penjual (merchant) yang menggunakan layanan pembayaran besutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini.
(Baca: Salip Gopay, Grab Akan Akuisisi DANA dari Emtek)
Di satu sisi, Gojek memiliki pengguna lebih dari 170 juta di Asia Tenggara. Sekitar 50% dari transaksi di platform Gojek menggunakan layanan GoPay. Selain itu, lebih dari setengah juta mitra penjual menerima layanan pembayaran GoPay.
Bahkan, 100 ribu UMKM bergabung dengan ekosistem Gojek dalam tiga bulan di tengah pandemi Covid-19. Padahal, sebelumnya perusahaan butuh waktu dua tahun untuk menggaet 500 ribu UMKM.
Jefri menilai, jika OVO dan DANA jadi melakukan merger, maka percepatan digitalisasi layanan pembayaran di Tanah Air semakin cepat. “Tentu (industrinya) menjadi lebih kuat dan ada percepatan akibat sinergi,” kata dia.
Sebenarnya, kabar OVO dan DANA merger sudah berhembus sejak tahun lalu. Pendiri sekaligus pemilik Lippo Group Mochtar Riady mengatakan, perusahaannya menjual dua pertiga saham OVO. Dari informasi yang beredar, OVO akan menjual saham kepada PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) yang juga pemilik saham dompet digital DANA.
Saat itu, Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra mengatakan bahwa pembicaraan dengan berbagai perusahaan lain terus dilakukan. Namun, ia enggan berkomentar lebih lanjut mengenai kabar merger tersebut.
"Itu masih rumor. Saya kira sampai sekarang belum ada kepastian mengenai rumor tersebut. Itu betul-betul hanya rumor," kata Karaniya di sela-sela acara Indonesia Digital Conference 2019, di Jakarta, November tahun lalu (28/11).
(Baca: Kabar OVO Gabung dengan DANA, Menteri Kominfo Minta Ikuti Aturan)