Dampak pandemi Covid-19 akhirnya juga memukul perusahaan raksasa sekelas Gojek yang bernilai ratusan triliun rupiah. Selasa kemarin (23/6), perusahaan teknologi papan atas di Asia Tenggara --yang memelopori model Super App dan ekosistem terintegrasi ini-- mengumumkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 430 pegawai atau sekitar 9% dari total karyawan. Duo pimpinan Gojek menyampaikan langsung keputusan pahit tersebut kepada semua karyawannya.
Selama lebih setengah hari pada Selasa kemarin, dari pagi hingga sekitar pukul 7 malam, Co-CEO Gojek Kevin Aluwi dan Andre Soelistyo menggelar townhall meeting alias pertemuan akbar dengan semua karyawannya, yang berjumlah hampir 5.000 orang. Ada dua pengumuman penting yang disampaikan penerus Nadiem Makarim tersebut: menghentikan beberapa layanan non-inti Gojek dan merampingkan struktur perusahaan dengan PHK karyawan sebanyak 430 orang.
Alasannya, bisnis perusahaan terpukul dampak Covid-19 dan menjaga pertumbuhan berkelanjutan di masa mendatang.
Pertemuan akbar itu dibagi dalam 16 sesi, dimana masing-masing CEO memimpin 8 sesi terpisah. Setiap sesi tersebut dihadiri ratusan karyawan dan berlangsung hingga satu jam. Tujuannya agar Co-CEO Gojek bisa menjelaskan persoalan dan keputusan itu secara langsung, lebih intim dan personal kepada karyawan. Selain itu, karyawan dapat mengajukan pandangan dan pertanyaan langsung ke pucuk pimpinan sehigga memahami lebih detail alasan dan latar belakang keputusan perampingan usaha dan karyawan tersebut.
Seperti dalam surat elektroniknya kepada karyawan, yang dipublikasikan melalui siaran pers Gojek, Selasa malam (23/6), Kevin dan Andre menjelaskan luar biasanya dampak Covid-19 terhadap bisnis Gojek saat ini. Persoalan yang dihadapi tak cuma itu. Masih adanya ketidakpastian kondisi di masa mendatang dan diyakini bakal selamanya mengubah cara operasional beberapa produk dan layanan Gojek.
(Baca juga: Gojek Dikabarkan Umumkan PHK Karyawan Minggu Ini)
"Kita harus merespons apa yang terjadi di luar sana dan meningkatkan fokus untuk membangun bisnis yang kokoh dan lebih efisien agar dapat terus bertahan serta tetap relevan dengan kondisi yang ada," kata mereka. Untuk itu, Gojek memutuskan fokus pada layanan inti, dan menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi.
Tiga bisnis inti (core business) yang memiliki dampak paling luas kepada masyarakat, yaitu bisnis transportasi, pesan-antar makanan dan pembayaran elektronik. Sedangkan layanan yang ditutup adalah GoLife, yang meliputi layanan GoMassage dan GoClean, dan GoFood Festival yang merupakan jaringan pujasera GoFood di banyak lokasi.
Dua layanan ini memang paling terpukul saat pandemi karena perubahan perilaku masyarakat yang lebih waspada terhadap aktivitas kontak fisik. Sedangkan kedua layanan tersebut tidak memungkinkan untuk berjaga jarak. "GoLife dan GoFood Festival membutuhkan interaksi jarak dekat," katanya.
Karena itulah, mayoritas dari 430 karyawan yang terkena PHK berasal dari divisi yang terkait dengan GoLife dan GoFood Festival. Namun, Kevin dan Andre memastikan ini satu-satunya keputusan pengurangan karyawan yang dilakukan Gojek pada masa pandemi.
(Baca juga: Gojek PHK 430 Pegawai di Divisi GoLife dan GoFood Festival)
Gelombang PHK Startup
Langkah efisiensi akibat usahanya tertekan berat sebenarnya sudah dijalankan Gojek pada masa awal pandemi merebak di Indonesia pada Maret lalu. Gojek memotong gaji setahun Co-CEO dan manajemen senior sebesar 25%. Selain itu, perusahaan mengalihkan anggaran kenaikan gaji tahunan seluruh karyawan untuk dana bantuan kepada para mitranya.
Pekan lalu, kompetitor utama Gojek yakni Grab, sudah lebih dulu mengumumkan PHK karyawan. Decacorn asal negeri jiran tersebut memberhentikan 360 pegawai atau sekitar 5% dari total karyawannya akibat dampak Covid-19. Co-Founder sekaligus CEO Grab Anthony Tan berjanji tak akan melakukan PHK lagi hingga akhir tahun ini.
"Saya yakin dengan menjalankan rencana terbaru untuk memenuhi target yang telah ditetapkan, kami tidak akan melalui proses yang menyakitkan ini lagi dalam beberapa waktu mendatang,” kata Tan melalui pesan elektronik kepada karyawannya. (Baca juga: Pecat 360 Pegawai, Bos Grab Janji Tak Ada PHK Lagi Tahun Ini)
Sebelumnya, startup berstatus unicorn lain yaitu Traveloka, juga mengurangi karyawannya. Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, sekitar 100 orang atau 10% dari total karyawan Traveloka terkena PHK akibat mati surinya bisnis perjalanan dan pariwisata. Bahkan, akhir Mei lalu, startup operator online hotel dan penginapan Airy Rooms menutup usahanya dan memutus hubungan kerja ratusan karyawan.
Strategi Startup Bertahan dari Pandemi
Menurut investor startup sekaligus Presiden Komisaris SEA Group, Pandu Sjahrir, setidaknya ada tiga cara yang harus dilakukan startup untuk bertahan dari pandemi, terutama saat mulai memasuki era normal baru. Pertama, perusahaan harus memahami apabila ada perubahan yang terjadi pada sektor bisnisnya. "Apa pun bisnis Anda, coba lihat bagaimana perubahan itu akan memberikan efek pada bisnis Anda yang terkait," katanya dalam Bicara Data Virtual Series bertajuk 'Episode Baru Bisnis Startup Akibat Covid-19' yang digelar Katadata.co.id, Jumat (12/6).
(Baca juga: Jurus Efisiensi Startup di Masa Pandemi: Pangkas Gaji hingga Karyawan)
Kedua, startup harus belajar beradaptasi dengan struktur organisasi perusahaan apabila ada sisi yang terdampak. Karenanya, perusahaan perlu meninjau lebih dalam terkait dampak Covid-19 dari sisi sumber daya manusia (SDM), modal, alokasi dana perusahaan, dan sebagainya.
Ketiga, mencari investor yang tepat dan jumlah pendanaan yang dibutuhkan untuk menjalankan perubahan dalam bisnisnya. "Misalnya, startup butuh 10 (investor), maka saya cari ke semuanya karena belum tentu semua itu orang yang tepat. Jadi bagaimana memilih investor (yang tepat) itu juga sangat penting," ujar Pandu.