Setidaknya ada 200 penjahit bergabung dengan perusahaan rintisan Jahitin.com. Sosok yang berhasil merangkul ratusan penjahit itu adalah Asri Wijayanti. Perempuan berkerudung tersebut mendirikan startup Jahitin pada September 2016 di Malang, Jawa Timur.
Jahitin tampil menjadi penghubung di antara penjahit rumahan dengan calon pelanggan yang memerlukan jasa mereka. Asri menjelaskan, gagasan untuk menghadirkan usaha sosial ini berangkat dari keresahan personal atas minimnya kesejahteraan ekonomi para penjahit rumahan.
Rerata penghasilan yang mereka dapat sebelum bergabung dengan Jahitin.com sekitar Rp 1 juta per bulan. Asri bersama timnya bertekad untuk meningkatkan kesejahteraan para mitra penjahit dengan cara menaikkan pendapatan mereka menjadi sekitar Rp 3 juta per bulan.
“Sepanjang 2016 – 2019, fokus kami menjadi apa yang dipesan pelanggan, baik untuk kebutuhan personal maupun untuk dukung kebutuhan fashionline,” kata Asri dalam Katadata Forum Virtual Series bertajuk ‘Kisah Sukses UMKM: Menjawab Masalah di Masa Pandemi dengan Solusi Kreatif’, Sabtu (27/6/2020).
Apabila Anda hendak membuktikan kualitas hasil jahit para penjahit Jahitin.com, caranya relatif mudah. Cukup mengisi data pesanan, di dalamnya mencakup identitas diri pemesan, ukuran baju dan model yang diinginkan. Calon konsumen juga bisa memberikan foto model pakaian yang dimaksud. Setelah itu, pelanggan akan diminta mengirimkan kain ke alamat penjahit yang sudah dipilih Jahitin. Soal pembayaran, Jahitin menyediakan opsi bayar di muka atau menunggu setelah seluruh pesanan selesai garap.
Kini memasuki 2020, Asri dan tim mulai melebarkan sayap dengan mendirikan Jahitin Academy. Pelatihan yang diselenggarakan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan para penjahit di berbagai lokasi di Tanah Air. Mereka diharapkan bisa memperkaya portofolio diri setelah bergabung dengan akademi.
Namun, pandemi Covid-19 melanda. Jahitin maupun pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lain sedikit banyak sama-sama terdampak. Hasil tim Jahitin memutar otak, disepakati untuk memproduksi produk yang terkait dengan kebutuhan publik selama periode pandemi Covid-19, misalnya masker kain yang mengacu kepada standar WHO.
“Kami melihat peluang dan tren yang ada, apa yang sekarang paling dibutuhkan masyarakat. Kami harus bertahan, sebab kami tidak hanya hidup untuk keuntungan perusahaan tetapi juga terkait kelangsungan hidup para penjahit,” tutur Asri.
Masker kain katun tersebut salah satunya diproduksi sekelompok penjahit perempuan di Sumba. Asri bercerita, hasil percobaan pertama belum layak untuk dipasarkan. Percobaan dilanjutkan berbekal sejumlah catatan dari tim Jahitin. Akhirnya, pada trial ketiga hasilnya jauh lebih baik.
“Setelah sudah bisa memproduksi sesuai standar, para mama di Sumba itu mendapatkan banyak pesanan. Mencapai ribuan, salah satunya dari instansi setempat. Intinya, kami ingin agar yang bisa memproduksi tidak hanya di kota besar melainkan di setiap daerah,” ucap Asri.
Jahitin hingga kini terus bertahan bahkan semakin berkibar. UMKM ini juga tetap setiap kepada misi pemberdayaan ekonomi yang dianut. Oleh karena itu, masker kain yang diproduksi dipasarkan dengan skema membeli untuk donasi.
Sebanyak tiga helai masker dijual seharga Rp 50.000. Atas setiap pembelian masker ini setara dengan berdonasi satu masker untuk disumbangkan kepada satu orang. Penerima yang diprioritaskan adalah tenaga kesehatan.