Teknologi AI Bantu Perusahaan Asuransi Ukur Premi & Uang Pertanggungan

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song/nz/cf
Ilustrasi, warga memakai masker pelindung menyusul penyebaran penyakit virus korona (COVID9-19) terlihat di dekat sebuah robot di lokasi World Artificial Intelligence Conference (WAIC) di Shanghai, Tiongkok, Kamis (9/7/2020).
12/8/2020, 14.56 WIB

Startup insurtech Qoala dan perusahaan di bidang software as a services (SaaS) Kata.ai mengungkapkan potensi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam mendukung industri asuransi Indonesia. Salah satunya, untuk mengukur premi dan uang pertanggungan.

VP Marketing Qoala Cliff Sutantijo mengatakan, perusahaan asuransi di banyak negara lebih dulu mengadosi AI. Ia mencontohkan, kecerdasan buatan disematkan pada teknologi pengenalan wajah (facial recognition) untuk mengetahui level merokok seseorang.

“Semakin tinggi level kebiasaan merokoknya, premi asuransi kesehatannya semakin besar,” kata Cliff saat mengikuti diskusi bertajuk ‘Help Conversations Turned Into Conversions’ dikutip dari siaran pers, kemarin (11/8).

Premi adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan oleh nasabah pada waktu tertentu berdasarkan polis asuransi. Sedangkan uang pertanggungan ialah uang yang harus dibayarkan oleh perusahaan asuransi, jika pemegang polis mengajukan klaim atas risiko yang dijamin.

Qoala pun sudah mengaplikasikan teknologi AI untuk proses klaim asuransi ponsel pintar (smartphone). Apabila ponsel rusak, pelanggan bisa mengirimkan video kondisi gawai. Selanjutnya, sistem berbasis AI akan membaca video.

Cliff mengklaim, AI mampu mengeluarkan hasil analisis apakah smartphone rusak dan layak diklaim hanya dalam hitungan menit.

Sejalan dengan fungsi tersebut, Qoala mendukung pengembangan AI di Tanah Air. “Khusus untuk insurtech, kami berharap AI bisa mengubah persepsi orang bahwa asuransi itu penting untuk melindungi kita dari hal yang tidak diinginkan,” katanya.

Co-founder sekaligus CEO Kata.ai Irzan Raditya menambahkan, AI bisa digunakan untuk meningkatkan pengalaman nasabah dalam bertransaksi layanan asuransi. Namun, teknologi ini bisa diaplikasikan dari hulu ke hilir atau end to end layanan, untuk memberikan nilai tambah kepada konsumen.

“Bisa dari mulai seseorang membeli polis asuransi sampai nanti merasakan benefit dari asuransi itu," kata Irzan.

Kata.ai ikut merumuskan Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial (National AI Strategic) yang digagas oleh Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek). Proyek ini bertujuan membangun sumber daya manusia (SDM) Indonesia di bidang AI yang unggul.

Irzan menilai, Indonesia harus berfokus mengaplikasikan AI pada masing-masing sektor industri untuk mendukung strategi nasional tersebut. Langkah ini dinilai bisa meningkatkan daya saing Indonesia dalam menyelesaikan berbagai masalah di setiap sektor, termasuk asuransi.

Sebelumnya, Menristek Bambang Brodjonegoro mengatakan, Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial akan berfokus pada peningkatan kualitas layanan publik dan upaya-upaya strategis lainnya yang berdampak pada masyarakat luas. Strategi ini diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah dalam menerapkan AI.

Dalam penerapannya, kementerian menggandeng berbagai pihak, termasuk Huawei. "Huawei diharapkan bisa berkontribusi melalui teknologi serta kepakarannya di bidang AI, komputasi awan (cloud), dan 5G," kata Bambang, pada April lalu (29/4). 

Kemenristek juga melibatkan para unicorn dan startup dalam negeri seperti Tokopedia dan Bukalapak dalam mengkaji strategi ini.

Reporter: Cindy Mutia Annur