Startup teknologi perikanan, Banoo menjadi finalis MIT Solve Sustainable Food Systems Challenge 2020. Perusahaan rintisan buatan mahasiswa dan alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) ini menyisihkan 2.600 pendaftar dari 135 negara, dan menjadi satu-satunya perwakilan dari Indonesia.
MIT Solve Sustainable Food Systems Challenge 2020 merupakan kompetisi untuk mencari startup sosial berbasis teknologi terbaik di dunia. Sedangkan Banoo mengembangkan alat untuk membantu pengusaha di bidang perikanan.
Salah satunya, microbubble generator yang berfungsi menyemprotkan oksigen di dalam air. Alat ini dilengkapi Internet of Thing (IoT) sensor, sehingga dapat hidup otomatis.
Berdasarkan riset internal Banoo, teknologi berbasis IoT itu dapat mendorong pertumbuhan ikan hingga 42%. Sebab, alat ini meningkatkan jumlah oksigen terlarut dalam air.
CEO Banoo Azellia Alma Shafira mengaku, alat buatannya menyemprotkan oksigen lebih merata ke seluruh kolam, termasuk area dasar. Sedangkan aerator yang sudah ada hanya mampu menjangkau area permukaan.
”Padahal, kadar oksigen yang paling kritis itu di dasar kolam karena tidak terkena paparan sinar matahari,” kata Azellia kepada Katadata.co.id, Kemarin (17/9).
Dengan penyemprotan oksigen yang merata itu, metabolisme ikan bisa meningkat dan nafsu makannya bertambah. Alhasil, masa panen menjadi lebih pendek dari empat bulan menjadi tiga bulan.
Petambak pun dapat meraup pendapatan lebih banyak, karena produktivitas meningkat. “Bahkan hingga 124% lebih banyak dibandingkan dengan metode budidaya konvensional,” ujar dia.
Teknologi tersebut juga menggunakan tenaga dari panel surya. Oleh karena itu, pemakaian energi Banoo diklaim lebih efisien karena hanya menggunakan 400 watt. "Bisa dipakai di daerah terpencil yang belum ada listrik,” kata Azellia.
Tahun ini, Banoo berencana mengembangkan aplikasi. Platform ini nantinya memiliki fitur remote MBG controller untuk menghidupkan dan memastikan microbubble generator melalui ponsel.
Lalu terdapat fitur real-time data monitoring, dan data-driven pond management untuk konsultasi seputar perawatan kolam berdasarkan data yang tercatat. Kemudian, fitur news portal yang memuat informasi harga terkini seputar perikanan.
Selain itu, ada fitur komunitas. “Kami juga sedang mengembangkan produk MBG untuk perikanan air asin dan air payau,” kata Azellia.
Saat ini, Banoo sedang dalam pembicaraan untuk mendapatkan pendanaan tahap awal (seed funding). “Kami terbuka unntuk bekerja sama dalam bentuk investasi, program CSR, riset maupun program pemberdayaan masyarakat,” ujar dia.
Startup Banoo dikembangkan oleh Azellia bersama rekannya pada 2018. Mereka yakni Fajar Sidik Abdullah Kelana, Lakshita Aliva Zein, Muhammad Adlan Hawari, dan Fakhrudin Hary Santoso.
Azellia mengaku ada beberapa tantangan dalam mengembangkan Banoo. “Utamanya, bagaimana approach para petani ikan dan mengedukasi mereka tentang manfaat teknologi Banoo terhadap produktivitas kolam,” katanya.
Ia dan rekan-rekannya juga harus membagi waktu dalam mengembangkan Banoo, karena startup ini dibangun saat mereka masih di bangku kuliah. Selain itu, banyak proyek dan rencana ekspedisi yang tertunda akibat pandemi corona.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat bahwa pelaku usaha perikanan budidaya tanah termasuk tambak terus tumbuh di masa pandemi Covid-19. Panen komoditas sektor ini pun diproyeksi 450 ribu ton.
Komoditas perikanan budidaya meliputi ikan air tawar, laut non-udang, dan udang. Panen ikan air tawar diprediksi 341.494 ton, budidaya ikan laut non-udang 4.400 ton, dan udang 104.941 ton.
"Itu angka estimasi hasil panen April sampai Juni," kata Menteri Edhy Prabowo.
Meskipun permintaan produk ikan dari sektor hotel, restoran, dan kafe turun karena pandemi, namun order dari konsumen rumah tangga meningkat.
"Di tengah pandemi virus corona, konsumsi ikan tumbuh 3,1% dan lebih tinggi dari protein lainnya yang hanya 2,1%," kata Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.