Gojek Pakai Teknologi Mesin Pembelajar & AI untuk Deteksi Order Fiktif
Perusahaan penyedia layanan on-demand, Gojek mengandalkan mesin pembelajar (machine learning) dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) untuk memitigasi order fiktif. Kedua teknologi ini juga dipakai untuk mendeteksi kecurangan menggunakan aplikasi ilegal.
SVP Corporate Affairs Gojek Rubi Purnomo menyatakan bahwa order fiktif merugikan mitra pengemudi secara tenaga dan materiel. "Sekarang ini semakin bisa dideteksi,” kata dia saat konferensi pers bertajuk 'Perkuat Teknologi Gojek SHIELD dengan Inovasi Terbaru dan Kolaborasi Multi-Sektor', Selasa (13/10).
Mitra pengemudi bisa mengeklik tombol lapor sebelum menerima pesanan, jika dianggap mencurigakan. Mesin pembelajar akan menganalisis order berdasarkan kebiasaan pelanggan menggunakan aplikasi Gojek sebelumnya.
Hasil analisisnya dapat menjadi pertimbangan mitra pengemudi untuk mengambil pesanan atau tidak. Apabila diambil dan terbukti order fiktif, maka perusahaan akan memblokir akun konsumen.
Selain itu, Gojek akan mengganti seluruh biaya yang dikeluarkan oleh mitra jika terbukti order fiktif. "Tapi, mereka harus menelepon Gojek dulu. Ada upaya lebih dari mitra," ujar Head of Driver Operations Trust and Safety Gojek Kelvin Timotius.
Tahun lalu, marak mitra pengemudi mendapatkan order fiktif karena aksi gurauan (prank). Pengguna YouTube dengan nama akun @hasanjr11 misalnya, membuat video berjudul ‘Order Pizza 1.000.000 Gw Cancel, Terus Gw Ga Ngaku Kalo Order! Bapak Ini Nangis’.
Dalam video itu, Hasan tidak mengaktifkan ponsel dan mengelak sudah memesan makanan. Ketika driver hendak pergi, ia menelepon dan mengakui bahwa dirinya memesan makanan, kemudian membayarnya.
Hal serupa dilakukan oleh YouTuber dengan nama akun Joe Reny Vlog.
Selain untuk menangkal order fiktif, perusahaan menggunakan mesin pembelajar untuk mendeteksi kecurangan menggunakan aplikasi ilegal. Sebelumnya, banyak mitra yang menggunakan perangkat lunak (software) Mod dan pemalsuan lokasi atau fake GPS.
Ada beberapa oknum yang menawarkan mitra Gojek beragam aplikasi dengan mengiming-imingi anti-suspensi dan penghasilan lebih. "Tapi dipungut biaya," kata Kelvin.
Pada Maret lalu, Gojek bekerja sama dengan Polda Metro Jaya menangkap sindikat aplikasi ilegal. Sedangkan mitra yang terdeteksi curang oleh mesin pembelajar diberi sanksi penghentian akun sementara hingga seterusnya.
Ahli Keamanan Digital dari Swiss German University Charles Lim mengatakan bahwa aplikasi ilegal berbahaya bagi pengguna, karena berpotensi mengandung software jahat seperti malware dan ransomware. Perangkat lunak ini menyusup dan mengambil alih gadget, sehingga pelaku dapat mencuri data pengguna termasuk terkait keuangan.
Pelaku juga bisa mencuri data berupa video dan foto pribadi. “Lalu meminta tebusan,” kata Lim.
Ia menyampaikan, sekitar 30% aplikasi di Google Play Store mengandung Malware. Oleh karena itu, menurutnya penting memberikan edukasi kepada mitra pengemudi terkait aplikasi ilegal dan berbahaya.