57 Pengusaha Endeavor Indonesia Raup Rp 5,9 Triliun, Mayoritas Startup

Endeavor Indonesia
CEO eFishery Gibran Huzaifah (kedua dari kiri) sedang mengikuti Endeavor Scaleup Asia Clinic
17/12/2020, 17.58 WIB

Sebanyak 57 pengusaha yang tergabung dalam Endeavor Indonesia meraup pendapatan US$ 419 juta atau sekitar Rp 5,9 triliun pada tahun lalu. Sebanyak 43 di antaranya bekerja di startup.

Endeavor Indonesia merupakan organisasi yang memimpin gerakan high impact entrepreneurship. Secara global, Endeavor hadir di lebih dari 34 negara di Amerika Latin, Timur Tengah, Afrika Utara, Afrika Selatan, Asia, dan Eropa.

Total ada 2.000 pengusaha yang tergabung dari sekitar 60 ribu yang diseleksi secara global. “Di Indonesia, 57 anggota menghasilkan pendapatan US$ 419 juta hingga 2019," kata Managing Director Endeavor Indonesia Wayah Wiroto dalam acara Virtual Media Gathering ‘Solusi dan tantangan high-impact entrepreneur’, Kamis (17/12).

Anggota Endeavor Indonesia juga mempekerjakan 28 ribu orang. Chairman Endeavor Indonesia Arif Patrick Rachmat mengatakan, jumlah wirausaha terus berkembang dan semakin dibutuhkan, khususnya untuk membuka lebih banyak lapangan kerja.

Sebab, berdasarkan data Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2018, sekitar setengah dari populasi Indonesia berusia di bawah 30 tahun. Sedangkan populasi usia kerja meningkat dua juta per tahun.

Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan lebih banyak lapangan pekerjaan. "Dengan dasar ini kami mendedikasikan, membina entrepreneurship di Indonesia," ujar pria yang juga menjabat Executive Chairman Triputra Agro Persada tersebut. Selain itu, membantu high impact entrepreneur mengatasi tantangan dalam mengembangkan usaha.

Pada tahun ini, Endeavor Indonesia pun memilih CEO startup perikanan (aquaculture) eFishery, Gibran Huzaifah dan furnitur Fabelio, Christian Sutardi sebagai Entrepreneur of The Year 2020. Arif menilai, keduanya memiliki ide inovatif, membuka lapangan usaha secara luas, dan berdampak sosial tinggi. “Mereka juga berhasil mengumpulkan pendanaan dalam jumlah besar," ujarnya. 

Gibran Huzaifah mendirikan startup eFishery pada 2013. eFishery menyediakan perangkat pemberi pakan otomatis (autofeeder) yang memungkinkan petambak menjadwalkan pemberian makan menggunakan ponsel pintar (smartphone).

Alat tersebut memiliki sensor berbasis Internet of Things (IoT) untuk mengetahui kapan ikan atau udang kenyang, sehingga berhenti mengeluarkan pakan. Perangkat ini dinilai meningkatkan efisiensi, karena sekitar 70%-90% biaya budidaya ikan atau udang yakni untuk pakan. 

efishery (instagram/@efishery)

Gibran mengatakan, ada banyak tantangan dalam mengembangkan bisnis. "Ini kan berbasis mobile, sementara pembudidaya ikan rerata tidak mempunyai ponsel,” kata dia. Ia pun mengedukasi petambak terkait solusi teknologi yang ditawarkan untuk waktu yang cukup lama.

Sembari mengedukasi, eFishery terus mengembangkan teknologi solusi pemberi pakan ikan dan udang. Kini, startup ini mendukung 10 ribu pembudidaya dengan puluhan ribu kolam ikan di lebih dari 180 kota. "Potensinya masih besar. Ada 30 juta pembudidaya ikan," katanya.

Dalam dua tahun terakhir, eFishery mengkaji solusi lain yang menciptakan nilai tambah bagi petambak menggunakan data yang dikumpulkan oleh smart feeder. Pada tahun lalu, startup ini pun merambah bisnis e-commerce melalui eFisheryFresh dan eFisheryFeed, serta fintech lending lewat eFisheryFund. 

Marketplace eFisheryFeed menghubungkan petambak dengan produsen secara langsung. Sedangkan platform business-to-business (B2B) eFisheryFresh, memungkinkan mereka menjual ikan langsung ke restoran, hotel, dan bisnis kuliner lainnya. 

Perusahaan juga memiliki 50 eFisheryPoints per Oktober, yang merupakan lokasi bagi petani untuk mendapatkan produk eFishery, menjual ikan, dan mengikuti pelatihan. Startup ini menargetkan 100 eFisheryPoints pada akhir 2020.  

Dengan strategi tersebut, eFishery diminati oleh investor. Startup ini memperoleh investasi dari modal ventura dan investor Gojek yakni GoVentures dan Northstar Group. Penanam modal lain yang masuk yakni Aqua-spark, Wavemaker Partners, Triputra Group hingga Maloekoe Ventures.

Sedangkan Christian Sutardi mendirikan Fabelio pada 2015. Startup ini berfokus menjual aneka produk furnitur secara offline dan online atau O2O. Selain itu, menyediakan jasa desain interior untuk restoran, kantor, kafe hingga proyek pemerintah. 

Sebesar 15% dari total pendapatan berasal dari jasa desain interior. Beberapa contoh kliennya yakni Gojek, Singapore Airlines, hinggga PT Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. 

Fabelio (Fabelio)

Saat ini, Fabelio memiliki 80 ribu pelanggan dengan rata-rata satu juta kunjungan ke situs per bulan. Perusahaan menargetkan empat juta kunjungan per Desember.

Startup tersebut juga menyediakan 4.500 item barang atau stock keeping unit (SKU). Fabelio menargetkan 6.000 SKU per akhir tahun ini.  

Perusahaan rintisan itu berbeda dengan marketplace furnitur pada umumnya, karena produk yang dijual merupakan buatan sendiri. Fabelio pun merekrut tenaga dari luar (outsourcing) untuk produksi. Mayoritas produsen berasal dari Tangerang, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.  

Selain itu, Fabelio mempunyai 20 toko offline alias ruang pamer (show room) di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) dan Bandung. Perusahaan kini menyasar pasar baru yakni kelas menengah (middle class) di kota-kota yang memiliki infrastruktur dan logistik kuat guna mempermudah proses akuisisi pelanggan baru.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan