Startup Kesehatan di Indonesia Bersiap Kebanjiran Investasi dan Merger

KATADATA/JOSHUA SIRINGO RINGO
Ilustrasi
Penulis: Desy Setyowati
30/12/2020, 17.40 WIB
  • Pendanaan ke startup kesehatan secara global mencapai rekor pada kuartal III, sementara di Indonesia baru dua yang meraih dana segar
  • Investor melirik startup kesehatan tahap seri B ke atas di Indonesia
  • Merger dan akuisisi menjadi salah satu cara startup healthtech Indonesia untuk mempercepat pertumbuhan

Modal ventura memperkirakan, startup kesehatan (healthtech) Indonesia dilirik banyak investor dan berpotensi konsolidasi pada tahun depan. Sedangkan perusahaan rintisan sejenis secara global sudah kebanjiran pendanaan pada tahun ini, karena layanannya dibutuhkan selama pandemi corona.

Berdasarkan data CB Insights, pendanaan kepada startup kesehatan secara global mencapai rekor US$ 2,8 miliar dari 162 kesepakatan pada kuartal III. Di Asia saja, peningkatannya hampir tiga kali lipat.

Sedangkan Katadata.co.id mencatat, hanya dua dari total 107 startup Indonesia yang meraih investasi pada tahun ini yang merupakan sektor kesehatan. Keduanya yakni Alodokter dan Medigo yang memperoleh dana segar pada kuartal IV.

Direktur Utama Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, investor sebenarnya mengincar startup kesehatan Indonesia tahap seri B ke atas. “Semestinya tren di Tanah Air juga meningkat (pendanaan). Namun, tidak banyak startup healthtech, terutama di growth stage,” katanya kepada Katadata.co.id, Rabu (30/12).

Di Amerika Serikat (AS), startup kesehatan yang paling banyak meraup pendanaan yakni berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Sedangkan investasi ke healthtech AI secara global per kuartal III dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Pendanaan kepada startup kesehatan berbasis AI secara global per Kuartal III 2020 (CB Insights)
Penggunaan deeptech seperti AI pada startup kesehatan (CB Insights dan Plos Medicine)

Klaster startup kesehatan memang bermacam-macam, sebagaimana Bagan di bawah ini. “Di Indonesia, masih sekitar telemedicine, yang membantu proses klaim, menjual obat, dan lainnya,” kata Eddi.

Berbagai lini bisnis startup kesehatan (CB Insights)

Dengan beragam lini bisnis tersebut, startup kesehatan membantu penanganan pandemi Covid-19 dari banyak sisi. Ini membuat permintaan layanan di sektor ini melonjak, sehingga healthtech diminati investor.

Di Indonesia, Halodoc mencatatkan peningkatan tes corona lebih dari 60% pada September dibandingkan April. Kini, permintaan layanan tes Covid-19 lewat fasilitas drive thru melonjak 300% pada minggu ketiga Desember.

VP Marketing Halodoc Felicia Kawilarang mengatakan, setidaknya ada lima layanan yang paling sering diakses di platform yakni konsultasi dengan dokter lewat fitur percakapan, tes kesehatan dan risiko Covid-19, membuat janji di rumah sakit, dan kesehatan jiwa.

Startup kesehatan lainnya, Good Doctor juga mencatatkan permintaan konsultasi mencapai 10 ribu dalam sehari saat pandemi virus corona. Penggunaan layanan pun melonjak delapan hingga 10 kali sejak Maret hingga September.

Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, saat ini pasien lebih memilih konsultasi jarak jauh atau mengakses layanan aplikasi kesehatan. “Ini sepertinya akan berlanjut bahkan setelah ada vaksin virus corona dan pandemi mereda,” kata dia kepada Katadata.co.id, Rabu (30/12).

Berdasarkan riset Inventure dan Alvara terhadap 1.121 responden, mayoritas mengatakan bahwa telemedicine menjadi pilihan utama dalam mengakses layanan kesehatan. Namun, 71% responden lebih percaya layanan telemedicine yang disediakan oleh rumah sakit atau klinik.

Akan tetapi, Edward menilai bahwa kemajuan teknologi akan mendorong startup telemedicine untuk masuk ke layanan mainstream kesehatan. Kemudian, ekosistem akan terbentuk, termasuk repository electronic medical records (EMR) terpusat.

“Peningkatan pendanaan pasti akan terjadi, namun tetap ada cek and balance dari sisi ketentuan pemerintah terhadap regulasi yang ada. Setelah alignment terjadi, startup kesehatan akan menjadi pilihan mainstream ke banyak pasien di Indonesia,” ujar dia.

Peluang Merger dan Akuisisi Startup Kesehatan

Selain pendanaan, ia melihat perusahaan rintisan healthtech berpeluang konsolidasi pada tahun depan. “Merger dan akuisisi merupakan  tindakan percepatan bagi para pemain startup kesehatan agar dapat memenuhi kriteria dan fitur yang lebih lengkap,” kata Edward.

Hal senada disampaikan oleh Eddi. “Konsolidasi akan semakin diminati oleh pendiri startup, mengikuti sektor lain. Ini cara untuk tumbuh dan exit strategy,” ujar dia.

Yang terbaru, Farmaku mengakuisisi DokterSehat pada November lalu. Farmaku menyediakan layanan pembelian obat, sementara DokterSehat merupakan portal informasi kesehatan.

Berdasarkan data Bain and Company, volume pembelian terutang (buyout) startup kesehatan di Asia Pasifik turun dari 88 pada 2018 menjadi 68 pada tahun lalu. Ini karena penurunan aktivitas di Tiongkok. Secara rinci, dapat dilihat pada Bagan di bawah ini:

Volume pembelian terutang (buyout) startup kesehatan di Amerika, Eropa, dan Asia Pasifik (Bain and company)

Bain and Company mencatat tiga tren di sektor kesehatan selama tahun ini. Pertama, strategi membeli dan membangun. “Investor berfokus pada konsolidasi rumah sakit dan laboratorium,” demikian dikutip dari laporan yang dirilis Maret lalu.

Kedua, adopsi layanan kesehatan digital yang masif di Asia. Terakhir, inovasi biofarma Tiongkok. “Beijing berinvestasi untuk mendorong ekosistem biofarma lokal,” demikian dikutip.

Tantangan Startup Kesehatan di Indonesia

Sedangkan di Indonesia, startup kesehatan menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya regulasi. “Aturannya lebih rigid dibandingkan finansial,” kata CEO BRI Ventures Nicko Widjaja dalam acara media gathering virtual Asosiasi Modal Ventura untuk Startup lndonesia (Amvesindo) bertajuk ‘Mengupas Dinamika dan Tren Pendanaan Startup 2020-2021’, November lalu (2/11).

Hal itu mengingat data kesehatan sangat sensitif. “Kalau regulasi tidak berubah, ya bagaimana?” kata Nicko. “Sangat sulit startup kesehatan untuk meningkatkan skala (bisnis). Mungkin perlu ada sandbox." Sandbox adalah pusat inkubasi atau wadah untuk menguji model bisnis, produk, layanan dan teknologi startup.

Sedangkan Direktur Investasi BRI Ventures William Gozali mengatakan, startup kesehatan di Indonesia lebih berfokus pada kesehatan dan perawatan diri (consumer healthcare) atau berbeda dengan ekosistem di Singapura. Selain itu, ia sepakat bahwa tantangan terbesarnya yakni regulasi.

“Kalau beli barang di e-commerce dan salah, bisa ganti. Tapi kalau produk kesehatan salah, itu mengerikan juga,” kata William.

Meski begitu, pemain di sektor kesehatan masih sedikit sehingga bisnisnya dinilai potensial. “Ada permasalahan-permasalah yang belum terjawab,” ujar dia.

Berdasarkan data Frost and Sullivan, nilai industri kesehatan di Indonesia diperkirakan mencapai US$ 21 triliun pada tahun lalu, meningkat dari US$ 7 triliun saat 2014.

Sedangkan Founder ProSehat dan Chairman Asosiasi Healthtech Indonesia Gregorius Bimantoro mengatakan, ada banyak startup kesehatan yang sedang menggalang pendanaan. Selain itu, penggunaan layanan seperti konsultasi kesehatan virtual meningkat selama pandemi virus corona.

“Tetapi pemanfaatannya belum sebesar yang diharapkan, karena masyarakat Indonesia belum semuanya beralih ke konsultasi virtual,” kata pria yang akrab disapa Bimo itu. Selain itu, “pembiayaan Covid-19 dari pemerintah itu tidak masuk ke healthtech, tetapi layanan offline.”