Startup teknologi asal India terus melebarkan sayap ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Deretan startup seperti OYO, Ola, Meesho, Livspace, hingga Pine Labs menyasar pasar yang dianggap memiliki kesamaan kultur dan demografi dengan Negeri Bollywood itu.
Kesamaan kultur dan demografi antara India dan Indonesia diperkirakan akan membuat model bisnis di kedua negara mudah untuk diterapkan. "Hal ini membuat pangsa pasar Indonesia menjadi menarik bagi startup dari India untuk berekspansi," kata Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani kepada Katadata.co.id, Selasa (2/3).
Adaptasi startup India ketika masuk pasar Indonesia juga mudah. Startup India hanya perlu sedikit melakukan kustomisasi atau personalisasi pada model bisnisnya di Indonesia.
Analisis DataLabs menyebutkan 35 perusahaan rintisan besar India pada tahun lalu telah memiliki rencana besar untuk memperluas operasi mereka ke pasar Asia Tenggara, seperti Indonesia, Singapura, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Sebagian startup ini telah beroperasi di Indonesia, seperti jaringan hotel OYO yang berekspansi ke Indonesia sejak 2018. Di awal kemunculannya itu, OYO bahkan menganggarkan dana US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,5 triliun untuk ekspansi ke 35 kota di Indonesia. "Masuk ke Indonesia adalah langkah relevan untuk memimpin pasar," kata pendiri sekaligus CEO OYO Hotels Ritesh Agarwal ketika peluncuran OYO di Indonesia.
Platform social commerce Meesho yang didukung Sequoia Capital India juga masuk Indonesia pada awal 2020. Perusahaan menargetkan bisa menggaet sejuta reseller di Indonesia. Platform ritel mobil CarDekho, telah berekspansi ke Indonesia pada 2016 melalui usaha patungan dengan konglomerat media lokal Emtek Group.
Platform renovasi dan interior rumah Livspace juga telah mengumumkan niatnya untuk berekspansi lebih jauh ke Indonesia dan Malaysia. Livspace hingga saat ini sudah beroperasi di Singapura.
Investor Startup India dan Indonesia Bersinggungan
Amvesindo menyebut iklim investasi startup antara India dan Indonesia saling berkaitan. Amvesindo pun beberapa kali menjalin kerja sama dengan inkubator startup dari India seperti India Fund Fest, lalu membuat acara serupa Indonesia Fund Fest.
Modal ventura seperti Sequoia Capital India dan Jungle Ventures yang berbasis di Singapura juga aktif berinvestasi di startup India maupun Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pada 2019 lalu, Sequoia Capital India misalnya berinvestasi pada startup Kopi Kenangan senilai US$ 20 juta (sekitar Rp 288 milliar). Kemudian, awal tahun ini, startup investasi reksa dana Bibit memperoleh pendanaan US$ 30 juta juga dari Sequoia Capital India.
Sequoia Capital India ini yang juga mendanai beberapa startup seperti Meesho, Pine Labs, dan CarDekho. Sedangkan, Livspace didukung oleh Jungle Ventures.
Startup dalam negeri juga melirik India karena kesamaan kultur. Decacorn Tanah Air Gojek pada 2019 lalu berinvestasi US$ 5 juta atau sekitar Rp 70 miliar untuk startup India di bidang restoran khusus delivery Rebel Foods. Dua petinggi Gojek yakni co-CEO Kevin Aluwi dan Head of Merchant Ryu Suliawan juga berinvestasi di startup digitalisasi warung di India, m.Paani.
"Jadi secara iklim investasi dan kerjasama sudah cukup banyak yang pernah dilakukan antara kedua negara," ujar Edward.
Seperti halnya India, Indonesia memiliki komposisi penduduk yang sama padatnya. Kedua negara pun membangun ekonomi digitalnya.
Indonesia dianggap memiliki potensi pasar ekonomi digital yang besar di Asia Tenggara. Laporan e-Conomy SEA 2020 dari Google, Temasek, dan Bain & Company memproyeksikan nilai ekonomi digital Indonesia mencapai US$ 44 miliar pada 2020.
Pada 2025, nilai ekonomi diperkirakan mencapai US$ 124 miliar atau sekitar Rp 1.744 triliun. Jauh meninggalkan negara Asia Tenggara lain yang hanya bisa mencapai US$ 22 miliar-53 miliar lima tahun mendatang.
Salah satu faktor pendorongnya adalah pertumbuhan jumlah pengguna internet dalam negeri yang terus meningkat.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam surveinya mencatat jumlah pengguna internet pada 2019-2020 mencapai 196,71 juta atau setara 73,7% dari total penduduk yang sebanyak 266,91 juta jiwa. Angka tersebut meningkat dari 2018 yang setara 64,8% dari total penduduk.
Sedangkan, data dari Statista menunjukkan bahwa jumlah penggunaan ponsel pintar atau smartphone di Indonesia diprediksi akan terus meningkat. Pada 2015, hanya terdapat 28,6% populasi di Indonesia yang menggunakan gawai tersebut.
Indonesia Kalah Menarik dari Singapura
Survei DataLabs dari Inc42 menunjukkan bahwa bukan Indonesia negara yang paling diminati oleh startup India, melainkan Singapura. Ada 34,29% startup India yang disurvei sudah menjajaki potensi Singapura.
Singapura merupakan negara di Asia Tenggara yang paling menarik untuk berekspansi karena tingkat adopsi internet dan daya beli masyarakat yang sangat tinggi. Dengan begitu, perusahaan teknologi dapat dengan mudah menjelajahi pasar Singapura.
Ketua Amvesindo Jefri Sirait juga sempat mengatakan, Singapura merupakan hub investasi. Secara struktural, potensi penanaman modal bagi startup di negara ini lebih menguntungkan. “Itu dengan (pertimbangan) tantangan terkait pajak dan kebijakan,” kata Jefri kepada Katadata.co.id, pada Oktober 2020.
Sedangkan CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai iklim investasi di Singapura sudah matang. “Singapura memang menjadi pusat dana. Di sana ada banyak perusahaan modal ventura atau investor lainnya,” kata Eddi.