Empat unicorn dan decacorn di Asia Tenggara yakni Gojek, Grab, Tokopedia dan Traveloka dikabarkan akan mencatatkan saham di bursa dengan cara menjual saham perdana ke publik alias IPO pada tahun ini. Kalangan investor ritel menanti IPO startup jumbo ini.
"Mereka tahu Indonesia memiliki populasi yang besar dan ekonomi yang berkembang, yang membuat mereka tertarik untuk membeli saham teknologi Indonesia," kata pendiri firma penasihat akuntansi dan keuangan Jidobox Masana Takahashi, dikutip dari KrAsia pada Selasa (2/3).
Sedangkan, investor institusional menurutnya cenderung kurang tertarik untuk berinvestasi di perusahaan teknologi yang sudah IPO. "Mereka akan membangun portofolio untuk melindungi nilai risiko, sehingga mereka akan memilih perusahaan yang memainkan peran penting dalam perekonomian negara mereka," ujarnya.
Langkah IPO ini merupakan salah satu strategi cetak untung (exit strategy) bagi startup. "IPO akan memberi lebih banyak opsi bagi investor untuk exit atau memonetisasi investasi mereka," ujar CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro kepada Katadata.co.id, Rabu (3/3).
Berdasarkan laporan The Future of Fintech in Southeast Asia oleh Dealroom, Finch Capital, dan MDI Ventures pada September 2020, jumlah startup fintech di Asia Tenggara yang akan menempuh strategi cetak untung terus meningkat. Total mencapai 32 startup pada 2023.
Strategi cetak untung dari investor untuk mengakhiri investasi dengan cara memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Bentuk exit strategy ini seperti mencatatkan saham perdana di bursa saham (IPO), merger dan akuisisi.
Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani mengatakan setelah IPO, para startup jumbo RI juga akan menghasilkan likuiditas yang cukup. Alhasil, startup jumbo itu bisa memperluas layanan dengan mengajak atau mengakuisisi para startup lain yang bersinggungan dengan mereka.
Langkah IPO dan Merger Gojek-Tokopedia
Sebagian besar unicorn di Indonesia memang menyatakan minatnya untuk IPO. Tokopedia misalnya, sudah menunjuk Morgan Stanley dan Citi sebagai penasihat untuk IPO. Namun, “saat ini, kami belum memutuskan pasar dan metode untuk ini,” ujar perwakilan Tokopedia kepada Katadata.co.id, Desember lalu.
Salah satu opsi untuk IPO yang dikaji oleh Tokopedia yakni perusahaan cek kosong alias SPAC. Unicorn e-commerce ini memang sempat dikabarkan bakal merger dengan SPAC asal Amerika Serikat (AS) Bridgetown Holdings Ltd.
Namun belakangan, Tokopedia disebut-sebut mengkaji merger dengan Gojek. Investornya yakni SoftBank pun dikabarkan mendukung rencana konsolidasi ini.
Sumber Bloomberg mengatakan bahwa kedua startup Tanah Air itu pada Februari lalu tengah menyelesaikan persyaratan untuk merger. Sumber itu juga menyampaikan, Gojek dan Tokopedia sedang membahas berbagai skenario kemungkinan merger.
Skenario pertama yaitu menggabungkan kedua perusahaan sebelum IPO di bursa Indonesia dan AS. Skenario kedua, Tokopedia akan IPO terlebih dahulu di bursa Indonesia. Lalu bergabung dengan Gojek sebelum mendaftarkan entitas gabungan di Negeri Paman Sam.
Meski begitu, baik Gojek maupun Tokopedia enggan memberikan penjelasan mengenai progres merger itu hingga saat ini. "Kami tidak dapat memberikan komentar terhadap rumor dan spekulasi di pasar," kata Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita kepada Katadata.co.id, Selasa (2/3).
Begitu juga dengan Tokopedia. "Kami tidak dapat menanggapi spekulasi yang ada di pasar," kata VP of Corporate Communications Tokopedia, Nuraini Razak.
Sumber Bloomberg lainnya mengatakan, investor Gojek kabarnya akan memiliki sekitar 60% saham dari entitas gabungan. Sedangkan investor Tokopedia memegang 40%. Struktur entitas gabungan itu memungkinkan Gojek dan Tokopedia mempertahankan merek masing-masing.
Entitas gabungan juga diperkirakan akan menghasilkan valuasi yang cukup besar. "Entitas gabungan dari hasil merger ini kemudian ditargetkan menghasilkan valuasi US$ 35 miliar hingga US$ 40 miliar," kata sumber Bloomberg pada Februari lalu (10/2).
Sedangkan, riset CLSA bertajuk "Indonesian Tech Sector Outlook" menunjukkan bahwa nilai valuasi itu akan menjadikan entitas gabungan Tokopedia dan Gojek memiliki kapitalisasi pasar terbesar ketiga di Tanah Air.
Valuasi entitas gabungan itu hampir sama dengan kapitalisasi pasar bank pelat merah, BRI yang mencapai US$ 41 miliar. Sedangkan, kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham Indonesia masih diraih oleh BCA sebesar US$ 59,9 miliar.
IPO Lewat SPAC
Selain Tokopedia, Traveloka juga menargetkan IPO tahun ini. Startup penyedia layanan wisata atau online travel agent (OTA) ini mengkaji IPO lewat SPAC. "SPAC merupakan salah satu opsi yang dievaluasi, karena kami telah didekati oleh beberapa orang," kata Presiden Traveloka Henry Hendrawan dalam pernyataan resmi dikutip dari Reuters, Senin (21/12).
CEO Traveloka Ferry Unardi ingin perusahaan cepat berkembang. Oleh karena itu, unicorn tersebut mengkaji IPO tahun ini."Jika dapat melakukannya lebih cepat, kami kemudian dapat berfokus pada eksekusi dan mengembangkan perusahaan," kata Ferry dalam sesi wawancara dengan jurnalis Bloomberg, dikutip Selasa (16/2).
Pada tahap awal, Traveloka akan IPO di Wall Street, AS. Namun, Ferry tidak memerinci bursa saham AS yang akan dipilih yakni New York Stock Exchange (NYSE) atau Nasdaq.
Traveloka juga sudah menggaet JPMorgan Chase & Co untuk proses IPO. Setelah AS, unicorn itu mengkaji penawaran saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sejauh ini, ada beberapa startup yang sudah melantai di bursa saham. Mereka di antaranya Surge Digital Ecosystem, Cashlez, Yelooo Integra Datanet, Tourindo Guide Indonesia, M Cash Integrasi, Digital Mediatama Maxima, Distribusi Voucher Nusantara, Kioson Komersial Indonesia, NFC Indonesia, dan Telefast Indonesia.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna mengatakan, sejak tahun lalu pihaknya di banyak kesempatan sering diskusi dengan para pendiri startup terkait IPO maupun investor seperti private equity dan modal ventura.
BEI pun menyiapkan perubahan peraturan pencatatan nomor I-A. Nantinya, ada beberapa alternatif persyaratan pencatatan, sehingga dapat mengakomodasi berbagai karakteristik perusahaan, termasuk startup, yang mencatatkan saham di BEI.
Otoritas bursa sudah mendiskusikan rancangan peraturan tersebut dengan para stakeholder, termasuk pendiri startup dan modal ventura, pada bulan lalu. “Dari hasil diskusi, kami optimistis bahwa perusahaan-perusahaan teknologi dapat segera IPO,” ujar Nyoman kepada wartawan, Januari lalu (7/1). “Kami berharap aturan ini segera rampung.”