Efek Gelombang ke-2 Corona di India, Startup RI Kian Dilirik Investor
India saat ini menghadapi gelombang kedua pandemi Covid-19. Ekonom dan modal ventura menilai, kondisi ini membuat startup Indonesia semakin dilirik oleh investor.
Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Indef Nailul Huda mengatakan, gelombang kedua pandemi corona akan berdampak pada ekosistem startup di India. Investor bakal mengkaji penanganan pandemi oleh pemerintah, sebagai salah satu faktor untuk menanamkan modal.
Jika kondisi pandemi virus corona di India tidak terkendali, maka investor akan mengalihkan dana ke negara lain, termasuk ke Indonesia. "Untuk investasi modal kepada startup melalui pendanaan berseri, mungkin bisa teralihkan ke Indonesia," kata Nailul kepada Katadata.co.id, Kamis (29/4).
Namun menurutnya, Indonesia belum menjadi tujuan investasi fisik dari investor atau perusahaan teknologi global, meskipun India dilanda gelombang kedua pandemi. Sebab, kualitas sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan regulasi tak siap.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro sependapat bahwa startup Indonesia berpeluang dilirik oleh investor di tengah gelombang kedua pandemi Covid-19 di India. Sebab, ia menilai pemerintah bisa mengatur kasus Covid-19.
Selain itu, program vaksinasi Covid-19 sudah gencar dilakukan. "Investor tetap akan berinvestasi," kata Eddi kepada Katadata.co.id.
Ekosistem investor startup antara Indonesia dan India juga saling terkait. Ini dinilai bakal menambah peluang beralihnya minat investasi ke Nusantara.
Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) misalnya, beberapa kali menjalin kerja sama dengan inkubator startup dari India seperti India Fund Fest. Kemudian, membuat acara serupa Indonesia Fund Fest.
Modal ventura seperti Sequoia Capital India dan Jungle Ventures yang berbasis di Singapura juga aktif berinvestasi di startup India maupun Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Pada 2019 lalu, Sequoia Capital India berinvestasi di perusahaan rintisan Kopi Kenangan US$ 20 juta (sekitar Rp 288 milliar). Awal tahun ini, menyuntik modal startup investasi reksa dana Bibit US$ 30 juta.
"Cukup banyak yang pernah dilakukan antara kedua negara," ujar Bendahara Amvesindo Edward Ismawan Chamdani kepada Katadata.co.id, Maret lalu (2/3).
Selain itu, investor dinilai akan tertarik mengalihkan investasi startup ke Indonesia karena dianggap berpotensi besar. Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2020 dari Google, Temasek, dan Bain & Company, nilai ekonomi digital Indonesia diproyeksi US$ 44 miliar tahun lalu.
Nilainya diprediksi melonjak jadi US$ 124 miliar atau sekitar Rp 1.744 triliun pada 2025. Ini jauh meninggalkan negara Asia Tenggara lain yang hanya bisa mencapai US$ 22 miliar-US$ 53 miliar dalam lima tahun mendatang.
Salah satu faktor pendorongnya yakni pertumbuhan jumlah pengguna internet dalam negeri yang terus meningkat. Begitu juga dengan penggunaan ponsel pintar (smartphone).