Pertumbuhan ekonomi Indonesia ditarget 5% - 5,5% dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2022. Investor dari kalangan modal ventura memperkirakan, investasi ke startup Tanah Air moncer tahun depan.
CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro menilai, minat investor berinvestasi ke startup akan naik jika ada tanda-tanda pemulihan ekonomi. “Akan kuat pada sisa tahun ini atau depan,” kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (16/8).
Di satu sisi, investasi ke startup bersifat jangka panjang, bahkan bisa lebih dari lima tahun. Oleh karena itu, yang menjadi pertimbangan bukan sekadar indikator ekonomi per periode. Salah satu yang dikaji yakni sektor startup potensial.
Hal itu terlihat dari perusahaan rintisan di sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan teknologi finansial (fintech) yang masih mendapatkan pendanaan tahun lalu. Itu meskipun pertumbuhan ekonomi minus secara tahunan (year on year/yoy) sejak kuartal II 2020 hingga kuartal I 2021, sebagaimana Databoks berikut:
Eddi memperkirakan, investasi ke startup kesehatan, pendidikan, dan keuangan tetap moncer tahun depan. "Kami tidak mudah berubah haluan, karena long term investors," kata dia.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani menyampaikan hal serupa. “Tren (investasi) terus naik dengan semakin aktifnya para perusahaan modal ventura, khususnya yang didukung oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN),” katanya.
Laporan DealStreetAsia menunjukkan, startup di Asia Tenggara meraih pendanaan US$ 6 miliar atau sekitar Rp 87,7 triliun pada kuartal pertama 2021. Pencapaian ini disebut menyentuh rekor.
Total pendanaan tersebut juga melonjak 43% yoy dan 48% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq). Hampir 70% dana terkumpul dari modal yang dijaminkan pada 2020.
Investasi itu diperoleh dari setidaknya 211 kesepakatan. Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, faktor pendorong lonjakan pendanaan ke startup regional pada kuartal pertama yakni pemulihan ekonomi.
Selain itu, digitalisasi aktivitas bisnis menjadi lebih cepat dan luas selama pandemi corona. Kepercayaan investor juga semakin meningkat seiring menurunnya kasus virus corona dan vaksinasi Covid-19.
"Sekarang, setelah startup selamat dari krisis terburuk dan bahkan kembali lebih kuat, kami dapat mulai mencari perusahaan rintisan baru untuk investasi, "kata Willson dikutip dari DealStreetAsia, pada April (15/4).
Sedangkan Managing Partner Jungle Ventures David Gowdey mengatakan, startup yang mengumpulkan dana dari investor sejak 2020 akan muncul untuk putaran ekuitas tahun ini. Mereka pun bakal melanjutkan pertumbuhan.
"Saya pikir kami akan terus melihat daftar startup yang tumbuh dan lebih besar di Asia Tenggara," kata David.
Berdasarkan data Cento Ventures, pendanaan ke startup Asia Tenggara turun 3,5% yoy menjadi US$ 8,2 miliar tahun lalu. “Penurunan ini lebih kecil dibandingkan India 31% dan Afrika 38%,” demikian isi laporan bertajuk ‘SE Asia Tech Investment FY 2020’, akhir Maret (26/3).
Pada semester I 2020, pendanaan ke startup Asia Tenggara US$ 5,9 miliar. Sedangkan di semester II US$ 2,3 miliar.
Sedangkan jumlah kesepakatan investasi sepanjang tahun lalu 645, turun dibandingkan 2019 yang mencapai 704.
Berdasarkan nilainya, Indonesia berkontribusi 70% terhadap total pendanaan pada 2020. Lalu Singapura (14%), Malaysia (5%), Thailand (5%), Vietnam (4%), dan Filipina (2%).
Sedangkan dari sisi jumlah kesepakatan investasi, Singapura memimpin dengan porsi 37%. Lalu Indonesia (27%), Vietnam (14%), Malaysia (12%), Thailand (6%), dan Filipina (5%).
Besarnya nilai investasi yang diperoleh perusahaan rintisan Indonesia ditopang oleh startup jumbo. “Hampir setengah dari dana yang terkumpul masuk ke unicorn termasuk Grab Holdings, Gojek, Bukalapak, dan Traveloka,” demikian dikutip.
Cento Ventures mencatat, pendanaan lebih dari US$ 100 juta menyumbang 57% dari total investasi.