E-commerce Bukalapak mencatatkan penawaran saham perdana ke publik atau IPO pada Agustus (6/8) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setidaknya, ada tujuh startup lain mulai dari Warung Pintar hingga perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia, GoTo yang bersiap menyusul.
Nilai penawaran IPO Bukalapak Rp 21,9 triliun. Ini berasal dari penawaran 25,76 miliar unit saham biasa, yang mewakili 25% dari seluruh modal setelah IPO.
Saat melantai di bursa, saham BUKA diminati oleh investor. BEI mencatat, ada sekitar 96 ribu investor yang berpartisipasi dalam IPO unicorn ini.
Berdasarkan laporan keuangan, pertumbuhan total processing value (TPV) Bukalapak mencapai 56% secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal II. Lalu, TPV mitra juga tumbuh 237% yoy.
Bukalapak juga mengantongi pendapatan Rp 863,6 miliar pada semester I. Nilainya tumbuh 34,7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 641,3 miliar.
Selain Bukalapak, sejumlah startup bersiap IPO. Yang terbaru, DealStreatAsia menyebutkan bahwa perusahaan rintisan sektor mikro-ritel Warung Pintar bersiap IPO.
VP of Communication Warung Pintar Kevin Arffandy mengatakan, perusahaan belum bisa mengonfirmasi terkait kabar yang beredar. Hanya saja, Warung Pintar akan selalu terbuka untuk berbagai opsi aksi korporasi, termasuk IPO.
"Kami selalu terbuka dengan berbagai opsi, dengan tujuan mendukung kemajuan warung, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan seluruh pihak dalam ekosistem," kata Kevin kepada Katadata.co.id, Selasa (2/11).
Katadata.co.id merangkum deretan startup yang bersiap IPO menyusul Bukalapak, di antaranya:
1. Warung Pintar
Warung Pintar merupakan startup yang bergerak di sektor digitalisasi warung dan toko kelontong. Sektor itu menjadi incaran para unicorn hingga jajaran tiga besar orang terkaya di dunia Jeff Bezos.
Berdasarkan riset Euromonitor International, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar tahun lalu.
Hingga saat ini, Warung Pintar mencatatkan pertumbuhan jumlah warung 100 kali lipat. Jumlahnya meningkat dari 5.000 pada 2019 menjadi 500 ribu di 200 kota saat ini.
Jumlah warung yang aktif bertransaksi menggunakan layanan Warung Pintar mencapai 106 ribu. Tahun depan, jumlahnya ditarget satu juta atau tumbuh 50%.
2. Blibli
E-commerce milik Group Djarum Blibli juga berencana IPO. Startup yang berdiri pada 2011 ini merupakan pusat belanja online untuk berbagai produk, termasuk elektronik dan produk gaya hidup.
Perusahaan bekerja sama dengan sekitar 100 ribu mitra bisnis. Selain itu, menawarkan pengiriman melalui layanan Blibli Express serta 27 mitra logistik di kota-kota besar di Indonesia.
Blibli juga dikabarkan menunjuk Credit Suisse Group AG dan Morgan Stanley sebagai penasihat atas rencana IPO awal tahun depan. Dikutip dari Bloomberg, e-commerce ini disebut-sebut menggandeng sejumlah lembaga perbankan untuk menjadi penasihat keuangan dan menjajaki potensi penjualan saham perdana.
3. Kredivo
Penyelenggara teknologi finansial (fintech) Kredivo telah mengumumkan rencana IPO di dua bursa. Pada tahap awal, Kredivo akan menjadi perusahaan publik di bursa Amerika Serikat (AS), Nasdaq awal tahun depan.
“Mempertimbangkan kebutuhan capital (modal), kami memilih bursa efek yang dalam di Nasdaq,” kata Co-Founder sekaligus CEO FinAccel Akshay Garg dalam konferensi pers virtual, pada Agustus (3/8).
Kredivo juga mempertimbangkan melantai di BEI. “Ini tidak menutup kemungkinan,” ujar Akhsay.
Fintech lending itu pun berfokus pada tiga prioritas yakni pengembangan produk, ekspansi ke pasar lain di Asia Tenggara, dan menyasar lini bisnis lain. “Sekarang secara resmi kami memiliki penilaian di publik. Kami unicorn dan itu bisa dipertimbangkan,” ujarnya.
4. Tiket.com
Startup penyedia layanan perjalanan berbasis digital (OTA) Tiket.com dikabarkan berencana IPO tahun depan. CEO Tiket.com George Hendrata mengatakan bahwa perusahaan berkaca pada banyaknya startup pariwisata yang mendapatkan keuntungan usai IPO.
"Maka kami akan mengikuti jalur yang sama," kata Hendrata dalam wawancara khusus dengan reporter Kr-Asia Simone Martin, akhir pekan lalu (29/10).
George juga menyampaikan, perusahaan akan sibuk pada 2022. “Tahun depan akan terjadi perkembangan yang sangat positif yang memungkinkan kami untuk tumbuh lebih cepat," katanya.
Dikutip dari Bloomberg, Tiket.com saat ini dalam pembicaraan untuk merger dengan perusahaan akuisisi bertujuan khusus (SPAC) yakni COVA Acquisition Corp.
SPAC disebut juga perusahaan cek kosong, karena tidak memiliki operasi apa pun namun menjadi sarana investasi untuk mengumpulkan dana para orang kaya. Entitas gabungan antara Tiket.com dan Cova Acquisition berpotensi menghasilkan valuasi US$ 2 miliar.
Sumber Bloomberg juga mengatakan, Tiket.com mendapatkan bantuan dari perusahaan investasi global Goldman Sachs Group yang bertindak sebagai penasihat dalam aksi korporasi tersebut.
5. Traveloka
Traveloka juga awalnya berencana IPO lewat SPAC. Unicorn ini dikabarkan akan merger dengan perusahaan SPAC asal Hong Kong, Bridgetown Holdings Ltd. Apabila merger terwujud, entitas gabungan keduanya diprediksi US$ 5 miliar atau Rp 73 triliun.
Namun, sumber Bloomberg melaporkan, direksi Traveloka memutuskan untuk tidak melanjutkan IPO melalui SPAC. Alasannya, karena antusiasme di pasar SPAC berkurang.
Sumber lainnya mengatakan, Traveloka dapat meninjau kembali pembicaraan dengan Bridgetown maupun perusahaan ‘cek kosong’ lain jika pasar pulih. Sedangkan unicorn Indonesia sudah melakukan pembicaraan dengan Bridgetown sejak sekitar April.
Co-founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menilai, keputusan yang dibuat oleh Traveloka merupakan yang paling tepat saat ini. “Tren SPAC di AS agak menurun,” kata dia saat wawancara dengan beberapa media, bulan lalu (14/10).
6. GoTo
Perusahaan gabungan Gojek dan Tokopedia ini bersiap IPO di dua bursa yakni AS dan BEI. Sebelumnya, CEO GoTo Andre Soelistyo menargetkan pencatatan saham perdana di BEI bisa berlangsung sebelum akhir 2021.
Grup usaha hasil peleburan perusahaan teknologi Gojek dan e-commerce Tokopedia itu kemudian berencana mendaftarkan sahamnya di bursa AS dengan valuasi potensial sekitar US$ 40 miliar.
Namun, berdasarkan tiga sumber dikutip dari Reuters, penundaan rencana IPO itu terjadi seiring revisi aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pencatatan saham yang tak kunjung rampung
Beleid yang dimaksud ialah terkait aturan baru struktur permodalan saham kelas ganda (dual class share) dengan saham hak suara multipel atau multiple voting shares (MVS) saat pencatatan perdana saham.
7. TaniHub
Startup bidang pertanian, TaniHub Group juga mengkaji IPO. Namun CEO TaniHub Group Pamitra Wineka mengatakan, butuh waktu untuk bisa melantai di bursa saham.
“Kami menyiapkan. Namun, belum tahu pastinya kapan. Yang pasti, dalam tiga tahun ke depan, menurut saya cukup oke,” kata dia dalam acara virtual executive interview, pada Mei (31/5).
Pada kesempatan itu, ia juga berkomentar mengenai potensi merger maupun akuisisi perusahaan lain. Pria yang akrab disapa Eka itu menjelaskan, aksi korporasi berpotensi mempercepat upaya perusahaan untuk tumbuh dan mendorong efisiensi.
“Itu karena ada beberapa (perusahaan) yang kuat di (model bisnis) business to business (B2B) maupun business to consumer (B2C),” ujar Eka.