Pemulung Dapat Rp 10 Juta/Bulan via Aplikasi Octopus Milik Hamish Daud

Instagram/@hamishdw
Aktor Hamish Daud
Penulis: Desy Setyowati
18/11/2021, 10.47 WIB

Aktor Hamish Daud mengembangkan aplikasi Octopus untuk membantu pemulung meningkatkan pendapatan sembari melestarikan lingkungan. Pemulung atau yang disebut pelestari diklaim bisa mendapatkan Rp 10,4 juta per bulan.

“Mulai November, pelestari kami bisa mendapatkan Rp 10,4 juta dalam sebulan,” kata Hamish dalam acara Ministry of Finance Festival 2021, Kamis (18/11).

Hamish bercerita, dirinya pernah mengunjungi tempat pembuangan sampah Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, beberapa tahun lalu. Ia mencatat ada sekitar 5.000 pemulung di sana.

Beberapa dari mereka tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan berusia lanjut. “Mereka sebenarnya pahlawan, namun tidak dianggap,” ujar dia.

Ia ingin membuat sistem yang membantu pemulung meningkatkan taraf hidup. Selain itu, menciptakan solusi pengangkutan sampah tanpa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

“Apalagi beberapa TPA sudah menumpuk sampahnya. Cepat sekali,” kata Hamish. “Maka dari itu, saya membuat Octopus.”

Pelestari yang bergabung dengan Octopus diberikan seragam dan ponsel. Selain itu, terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

“Jadi mereka bisa masuk ke perumahan, hotel, dan lainnya. Tidak perlu malu,” kata Hamish.

Saat ini, Octopus menggaet 9.600 pelestari di Makassar, Bali, dan Bandung. Beberapa di antaranya pernah bekerja di perhotelan atau pengemudi ojek online.

“Banyak pekerja hotel yang gajinya dipotong setengah dan mereka menjadi pelestari. Ada juga driver ojek online,” ujar dia.

Ia juga bercerita bahwa Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pernah mengetes pelestari Octopus. Pelestari yang datang saat itu, menguasai tiga bahasa dan tengah menempuh pendidikan S2. Ia sebelumnya bekerja di perhotelan.

Aktor Hamish Daud dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Instagram/@hamishdw)

Dikutip dari IndonesianOceanPride.org, sampah yang dikumpulkan akan dikonversikan menjadi poin. Ini bisa ditukar menjadi uang tunai melalui proses tarik tunai lewat aplikasi Octopus dan voucer belanja.

Laporan Bain & Company, Microsoft, dan Temasek Holdings Singapura menunjukkan berjudul ‘Southeast Asia's Green Economy: Opportunities on the Road to Net Zero’ ini menyebutkan, Asia Tenggara membutuhkan investasi US$ 2 triliun hingga 2030 untuk mengurangi emisi.

Dana tersebut akan dialokasikan untuk sejumlah upaya, seperti mempercepat peralihan ke energi hijau, membuat sektor pertanian pangan menjadi lebih efisien, mengurangi polusi hingga cara yang tidak merusak lingkungan.

Dengan investasi tersebut, Bain & Company, Microsoft dan Temasek Holdings Singapura memperkirakan, 90% emisi di Asia Tenggara akan berkurang. Upaya transformasi bisnis menuju ekonomi ramah lingkungan di kawasan juga akan menawarkan keuntungan US$ 1 triliun per tahun pada 2030.

Di Indonesia, pemerintah menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca hingga 29% dengan usaha sendiri dan 41% lewat dukungan internasional pada 2030. Untuk mencapai target ini, butuh dana Rp 266,2 triliun.

"Indonesia memiliki ukuran dan sumber daya alam besar yang menjadi game changer di Asia Tenggara untuk keberlanjutan," demikian dikutip dari laporan Bain & Company, Microsoft dan Temasek Holdings Singapura, pada September (30/9).

Menurut laporan tersebut, ruang investasi hijau di Indonesia juga akan terus tumbuh. "Aktivitas investasi di ekonomi hijau akan menjanjikan,” demikian isi laporan.