Kudo menarik perhatian Grab dan memiliki dua juta lebih mitra per pertengahan 2021. Startup digitalisasi warung yang kini bernama GrabKios pernah hampir bangkrut.
GrabKios atau Kudo menyediakan aplikasi digital yang diklaim dapat memaksimalkan penghasilan, baik individu, warung maupun pengusaha kecil. Mitra dapat menyediakan layanan bayar tagihan, asuransi, kirim paket, kirim uang hingga membeli emas.
Co-Founder Kudo Agung Nugroho menyampaikan, perusahaannya berfokus pada produk dan konsumen untuk bertahan dan bertumbuh. “Harus memahami apa yang dipikirkan oleh konsumen,” kata dia dalam program serial podcast Impacttalk yang dirilis oleh Impactto belum lama ini.
Agung Nugroho merintis Kudo pada 2014 bersama Albert Lucius. Saat itu keduanya masih kuliah di University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS). Ini berawal dari tugas mata kuliah kewirausahaan atau entrepreneurship.
Keduanya kemudian mencari investor untuk mengembangkan ide dari tugas kuliah tersebut.
Upaya keduanya mengembangkan Kudo bukan hal yang mudah. Setelah mendapatkan pendanaan dari East Ventures pada 2014, mereka mulai mengembangkan produk pada pertengahan tahun itu juga.
Kemudian meluncurkan layanan penjualan produk digital seperti voucer, tiket, bayar tagihan hingga pulsa pada Januari 2015. Saat itu, ia membuka stand kios di Mal Ciputra.
Namun hanya ada tiga pengunjung dalam sehari. Hari berikutnya lebih sedikit lagi. Agung pun bertanya kepada pengunjung mengenai alasan mereka tidak mengunjungi stand kios Kudo. “Mereka menjawab, ‘saya tidak mengerti bang. Kalau pegang (perangkat) takut rusak’,” kata dia.
[Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]
Kudo pun menyewa sales promotion girl atau SPG untuk menawarkan produk menggunakan perangkat tablet ukuran 12 inci kepada pengunjung mal dengan cara berkeliling. Setelah berhasil, startup ini menggaet lebih banyak SPG.
Setelah itu, Kudo menyasar pemilik warung dan mulai mengembangkan aplikasi. Agung bercerita, mengajari pedagang memakai platform digital tidak sesederhana fakta di lapangan.
Agung harus bergulat dengan berbagai cara agar orang memahami sistem dan bersedia menggunakan Kudo. Namun tak ada satu pun pedagang tradisional yang tertarik untuk menggunakan Kudo pada masa-masa awal uji coba.
“Sudah diluncurkan, tetapi tidak ada yang mau pakai. Satu orang pun tak ada," kata Agung dikutip dari Antara.
Kudo bahkan hampir bangkrut menjelang penggalangan dana. "Awal fund-raising, pernah beberapa hari lagi hampir bangkrut. Tapi karena ada usaha luar biasa dan invisible hands dari atas, semuanya kembali on track,” ujar dia.
Agung dan tim pun memetakan apa saja yang diperlukan seorang pedagang tradisional. Dari situ, ia memahami bahwa mereka membutuhkan tambahan pendapatan, peningkatan jumlah pelanggan, dan harga produk yang murah untuk menunjang bisnis.
Kepada Impactto, Agung menyampaikan bahwa startup perlu memahami konsumen dengan baik. “Dipikir-pikir, anggaran kok sudah hampir habis. Tapi ketika kami mendengarkan konsumen, pasti ada track sheet. Tinggal seberapa cepat kita berani mengambil keputusan,” katanya.
Setelah itu, Agung dan Albert berfokus pada customer retention. Ini adalah berbagai tindakan yang dilakukan perusahaan untuk mempertahankan konsumen supaya tetap menggunakan produk atau layanan.
Menurutnya, pendiri startup perlu mengetahui dengan pasti konsumen loyal dan alasan mereka menggunakan layanan lebih dari sekali. Jika sudah paham, baru mulai memberikan promosi untuk mendorong transaksi berulang.
“Early stage startup is all about experiments. Bagaimana retensi pengguna yang diberikan promo dan tidak? Sebisa mungkin tidak memberikan blanked promo supaya bisa belajar,” ujar dia.
“Yang penting mindset. Jangan terpaku pada tools. Punya matrik yang tepat untuk diukur. Tim analisisnya pendiri startup itu sendiri. Lebih baik merekrut tim sales untuk menggaet lebih banyak konsumen,” tambah dia.
Atas beragam usaha tersebut, Kudo menjangkau lebih dari dua juta mitra. Startup ini pun diakuisisi oleh Grab pada 2017 dan berubah nama menjadi GrabKios pada September 2019. Dengan perubahan ini, GrabKios menambah produk seperti kirim paket, berinvestasi emas hingga umrah melalui warung.
Agung mengakui ada banyak hal baru sejak bergabung dengan Grab. "Kami bisa menambah banyak kesempatan untuk agen. Teknologi kami juga bisa masuk dan berkembang di Asia Tenggara," katanya dikutip dari Antara.
Bisnis warung yang digarap oleh GrabKios juga dilirik oleh banyak investor. Perusahaan investasi milik pendiri Amazon Jeff Bezos, Bezos Expeditions bahkan berinvestasi di dua startup digitalisasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia, yakni Ula dan Lummo.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Jefri R Sirait mengatakan, jumlah UMKM di Indonesia yang terus bertambah setiap tahun akan menarik investor global dan lokal. Hingga 2018, seperti diperlihatkan dalam Databoks di bawah ini, total UMKM mencapai 64,2 juta, terus tumbuh sejak 2010 yang baru mencapai 52,8 juta.
"Pasarnya besar. Dengan begitu, mereka bisa jadi pengendali," kata Jefri kepada Katadata.co.id, pada Februari (17/2).
Selain itu, UMKM di Indonesia berkontribusi besar bagi perekonomian. "Ini mampu mengakselerasi pertumbuhan dan penetrasi pasar startup itu sendiri," katanya.
Riset dari International Data Corporation (IDC) dan Cisco juga menunjukkan, digitalisasi UMKM dapat meningkatkan pendapatan negara. Setidaknya PDB bisa bertambah US$ 160 miliar - US$ 164 miliar (Rp 2.372,6 triliun - Rp 2.432 triliun) pada 2024.
Selain itu, pemerintah berfokus mendigitalisasi 30 juta UMKM per 2024.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, salah satu pasar UMKM yang paling banyak diincar adalah warung. "Digitalisasi warung dan sektor apapun yang terbantukan dengan teknologi akan disasar," katanya.
Berdasarkan riset perusahaan sekuritas CLSA pada September 2019, warung berkontribusi 65% - 70% terhadap transaksi retail nasional.
Sedangkan riset Euromonitor International menunjukkan, mayoritas masyarakat Indonesia, India, dan Filipina pun berbelanja di toko kelontong. Transaksinya mencapai US$ 479,3 miliar atau 92% dari total nilai pasar retail US$ 521 miliar tahun lalu.