Startup penyedia platform kesehatan keuangan Wagely mengandalkan fitur earned wage access (EWA) atau akses gaji fleksibel. Fitur ini dinilai mampu mengatasi masalah maraknya karyawan yang berpindah tempat kerja, serta masalah karyawan yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal.
CEO Wagely Tobias Fischer mengatakan, fitur EWA dari Wagely memungkinkan pekerja dari perusahaan yang menjadi mitra, mengakses sebagian dari gaji yang mereka peroleh secara real-time. Nilainya dihitung dari total jumlah hari mereka bekerja.
Konsep itu diklaim terbukti berhasil di beberapa pasar dunia dan diadopsi oleh beberapa organisasi seperti Walmart, Pizza Hut, dan Visa. Tujuannya untuk mengurangi pergantian karyawan, menambah produktivitas, dan meningkatkan penghematan biaya bisnis.
"Teknologi EWA kami secara signifikan mengurangi tingkat perputaran karyawan di Indonesia," katanya dalam konferensi pers virtual pada Jumat (20/5).
Apalagi, banyak karyawan di perusahaan yang berpindah tempat kerja setelah lebaran. Survei Mercer mengungkapkan bahwa sebagian besar perusahaan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia mengalami tingkat perputaran karyawan yang lebih tinggi pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sebanyak 55% perusahaan menyatakan alasan ketidakpuasan karyawan karena persoalan gaji . Kemudian, kemampuan karyawan untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik di perusahaan lain 46%.
Studi dari LinkedIn juga menunjukkan bahwa 1 dari 10 karyawan Indonesia berganti pekerjaan setelah lebaran.
Selain mengatasi perputaran karyawan, EWA dinilai mampu mengatasi masalah jeratan pinjol ilegal karyawan. Menurutnya, karyawan mempunyai penghasilan terbatas. Mereka sering dihadapkan pada kebutuhan harian yang mendesak. Namun, gaji bulanan belum cair.
Sedangkan, untuk meminjam uang di bank membutuhkan persyaratan yang sulit. Alhasil, pekerja mencari pinjaman secara online, bahkan dari pinjol ilegal dengan bunga yang tinggi.
Wagely didirikan oleh para mantan eksekutif dari Grab dan Tokopedia. Startup ini mencatatkan pertumbuhan basis pengguna 10 kali lipat secara tahunan (year on year/yoy) pada 2021.
Perusahaan rintisan itu bermitra dengan deretan korporasi besar di Indonesia, termasuk British American Tobacco, Ranch Market, Adaro Energy, dan Medco Energi.
Wagely juga berekspansi ke Bangladesh. Negara ini merupakan rumah bagi penghasil tenaga kerja terbesar ketujuh di dunia.
Di Bangladesh, Wagely menggaet produsen pakaian SQ Group, Classic Composite, dan Vision Garments.
Startup itu telah berhasil mengumpulkan pendanaan dari investor dengan total US$ 14 juta kurang dari dua tahun. Maret lalu, Wagely meraih tambahan US$ 8,3 juta atau sekitar Rp 119 miliar dalam ronde pendanaan pra-seri A yang dipimpin oleh East Ventures (Growth Fund).
Investor lain yang berpartisipasi yakni Integra Partners, Asian Development Bank, Global Founders Capital, Trihill Capital, Blauwpark Partners, dan 1982 Ventures.
"Kami memberikan pendanaan karena Wagely telah memperbaiki kehidupan jutaan pekerja di seluruh Asia, di mana lebih dari 75% penduduknya hidup dan bergantung dari gaji ke gaji," kata Managing Partner East Ventures Roderick Purwana dalam keterangan pers, dikutip dari Antara, pada Maret lalu (16/3).