Setidaknya ada enam startup di Indonesia yang disebut-sebut sudah meraup untung. Potensi pasar yang mereka garap potensial, dan dilirik oleh investor hingga konglomerat.
Keenam startup yang dimaksud yakni eFishery, Kopi Kenangan, Fore Coffee, Ruangguru, Xurya, dan Nusantics. Startup perikanan eFishery bahkan dinilai berpeluang segera menjadi unicorn.
Unicorn merupakan sebutan bagi startup dengan valuasi di atas US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Sedangkan decacorn lebih dari US$ 14 miliar atau Rp 140 triliun.
Pada Januari, eFishery mengatakan kepada Tech in Asia bahwa mereka telah untung pada tingkat operasi sejak 2020. Managing Partner di Wavemaker Partners Paul Santos mengungkapkan, pendapatan startup ini lebih dari US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,46 triliun tahun lalu.
Penghasilan tersebut naik 10 kali lipat dibandingkan 2019. Pendapatan eFishery juga melonjak 55 kali lipat dari US$ 185.400 pada 2018 menjadi US$ 10,1 juta pada 2019.
Jumlah mitra nelayan eFishery juga meningkat 10 kali lipat sejak 2020. Startup perikanan ini mendukung sekitar 150 ribu kolam dan menggaet 30 ribu pembudidaya ikan di Indonesia.
Tech In Asia menilai, eFishery semakin dekat dengan status unicorn.
Startup yang berbasis di Bandung, Jawa Barat itu berdiri pada 2013. eFishery merevolusi industri budidaya ikan dan udang yang tradisional. Caranya, eFishery menawarkan platform end to end yang terintegrasi dan memberikan pembudidaya ikan dan udang akses terhadap teknologi, pakan, pembiayaan, dan pasar.
Santos menyampaikan, pertumbuhan bisnis eFishery membantu mereka mengembangkan bisnis perikanan dan terlindung dari dampak pandemi Covid-19.
“eFishery menjual pakan lebih murah, memberi mereka (nelayan) akses ke pinjaman, dan membantu mereka menjual hasil panen mereka,” kata Santos dikutip dari Tech In Asia, Senin (13/6).
Pertumbuhan bisnis dari eFishery ini seiring dengan potensi besar perikanan di Indonesia. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) misalnya, mencatat bahwa investasi ke industri perikanan dan kelautan Rp 4,11 triliun pada kuartal III 2021.
Sedangkan para pembudidaya ikan dan udang di Indonesia memproduksi 15,45 juta ton tahun lalu. Perikanan budidaya ini diperkirakan menyumbang 16% dari nilai potensi keekonomian bidang kelautan Indonesia.
Sedangkan Kopi Kenangan dan Fore Coffee yang mencatatkan untung bergerak di bidang kuliner. "Dalam dua sampai tiga bulan, kami balik modal," kata co-founder sekaligus Chief Business Officer James Prananto, pada akhir Desember 2021.
Co-Founder sekaligus Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menyebutkan, sejumlah startup yang telah untung. Dalam unggahan di akun Linkedin itu, ia menyematkan nama Fore Coffee.
"Ada musim panas dan ada musim dingin. Beberapa perusahaan berjalan dengan baik, perusahaan lainnya tidak bisa melaluinya dengan baik," kata Willson dikutip dari akun LinkedIn, pekan lalu (8/6).
Keuntungan yang diraih kedua startup itu seiring dengan besarnya potensi sektor kuliner Tanah Air. Di Indonesia, konsumsi rumah tangga merupakan kontributor terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Konsumsi terbesar masyarakat yakni makanan dan minuman, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:
Subsektor kuliner pun berkontribusi paling besar terhadap produk domestik bruto (PDB) ekonomi kreatif. Angkanya tertera pada Databoks di bawah ini:
Startup lain yang disebut sudah untung yakni Ruangguru. Pada Oktober 2021, Tech In Asia melaporkan bahwa 2021 merupakan tahun keuangan pertama yang menguntungkan bagi Ruangguru.
“Ruangguru mampu meraih profitabilitas meski menggandakan biaya tunjangan karyawan,” demikian dikutip dari Tech In Asia, pada Oktober tahun lalu (11/10/2021).
Startup pendidikan itu mencatatkan pendapatan lebih dari US$ 63 juta tahun lalu atau meningkat hampir empat kali lipat dibandingkan 2019. Pertumbuhan pendapatan ini sama dengan 2018 ke 2019.
Perusahaan rintisan sektor pendidikan juga diminati oleh konglomerat seperti Grup Lippo, Grup Djarum hingga Sinar Mas.
Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani mengatakan, konglomerat menyasar startup pendidikan karena potensi pasar yang besar. Apalagi permintaan layanan meningkat selama pandemi Covid-19.
Selain itu, menurutnya konglomerat membidik startup pendidikan karena faktor dampak sosial dan masyarakat luas. Perusahaan rintisan di sektor ini dianggap mampu mendukung peningkatan SDM di Indonesia.
"Sektor edukasi biasanya dekat dengan pengembangan atau potensi SDM," kata Edward kepada Katadata.co.id, pada Februari (14/2).
Upaya itu sejalan dengan tuntutan agar konglomerat bisa memberikan dampak bagi institusi, masyarakat, dan negara.
Namun keuntungan Ruangguru juga diraih setelah mengurangi biaya iklan dan pemasaran 16% menjadi US$ 23,6 juta pada 2020. Pengurangan ini dilakukan setelah startup pendidikan itu meningkatkan biaya iklan tujuh kali lipat menjadi US$ 28 juta pada 2019.
Sedangkan biaya penjualan yang biasanya mengacu pada anggaran terkait tenaga penjual seperti komisi dan biaya perjalanan naik 11%. Dengan demikian, Ruangguru meningkatkan rasio pemasaran terhadap pendapatan dari hampir 200% pada 2019 menjadi hanya 46% tahun lalu.
Margin kotor Ruangguru 91% tahun lalu atau sedikit lebih rendah dari 2019 yang mencapai 94%. Dengan beragam upaya tersebut, Ruangguru mencatatkan untung US$ 1,8 juta tahun lalu dibandingkan 2019 yang mengalami kerugian operasional US$ 31,9 juta.
Startup lain yang meraup keuntungan yakni Xurya. Perusahaan ini mengembangkan energi terbarukan yang berasal dari matahari.
Perusahaan rintisan di sektor itu diminati karena pemerintah menargetkan nol emisi karbon pada 2060 atau lebih cepat. Salah satunya dengan mencapai puncak emisi pada 2030.
Pemerintah pun akan memberikan insentif yang besar kepada perusahaan yang turut serta dalam upaya mencapai nol emisi. "Ini karena kami melihat bagaimana investasi terhadap nol emisi itu sangat penting," kata Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pahala Nugraha Mansury.
Kemudian, ada startup sektor bidang teknologi genomika Nusantics yang mencatatkan keuntungan. Perusahaan rintisan ini berfokus menyasar sektor kecantikan.
Berdasarkan riset Nielsen dan EuroMonitor bertajuk Beauty Market Survey, nilai pasar kecantikan di Indonesia mencapai Rp 36 triliun pada 2018. Sekitar 31,7% di antaranya berasal dari produk perawatan kulit.
Startup bioteknologi itu juga bekerja sama dengan Cinema XXI untuk meneliti kemungkinan adanya virus SARS COV-2 atau penyebab Covid-19 di studio.