Investor Berburu Deretan Startup Ini saat Pendanaan Seret

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
28/6/2022, 13.00 WIB

Investor dari kalangan modal ventura akan lebih selektif dalam mendanai startup, karena mempertimbangkan kondisi ekonomi global. Meski begitu, sejumlah sektor seperti kesehatan dan logistik tetap diminati.

"Tahun lalu yang populer itu e-commerce. Kemudian investor sangat aktif di teknologi finansial (fintech) dan pendidikan," kata Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan Chamdani kepada Katadata.co.id, akhir pekan lalu (24/6).

Sekarang, menurutnya sektor kesehatan akan menarik. Sebab, Kementerian Kesehatan mulai merapikan regulasi terkait telemedicine hingga electronic medical record (EMR).

Ia menilai, kemajuan teknologi akan mendorong startup telemedicine untuk masuk ke layanan mainstream kesehatan. Kemudian, ekosistem akan terbentuk, termasuk repository EMR terpusat.

Akhir tahun lalu, ia pun menilai bahwa startup kesehatan berpotensi cukup besar untuk menjadi unicorn. "Tapi sektor kesehatan dan pendidikan akan melalui 1-2 kali private investment terlebih dahulu," kata Edward, pada November 2021.

Selain kesehatan, sektor logistik juga menjadi incaran. "Sebab, logistik menjadi fondasi dari e-commerce. Selama sektor e-commerce masih tumbuh, logistik juga tumbuh," ujar Edward.

Sedangkan Founding Partner Init 6 sekaligus pendiri Bukalapak Achmad Zaky menilai, sektor apapun sebenarnya mempunyai potensi untuk tetap mendapatkan pendanaan di tengah kondisi sekarang ini.

"Hanya saja, saya lebih memperhatikan ke manajemen," kata Zaky dalam konferensi pers virtual,  Selasa (28/6).

Manajemen yang ia maksud seperti pengaruh founder startup dalam menciptakan kultur perusahaan yang sehat.

"Kultur ini akan berpengaruh ke keberlanjutan startup. Sebab, banyak perusahaan rintisan yang tidak kuat menghadapi kondisi ekonomi global karena kesulitan membangun kultur dan kurang disiplin terhadap keuangan," ujarnya.

Startup masif 'bakar uang' misalnya. Menurutnya, dengan manajemen yang baik, startup akan mendapatkan hasil seperti retensi meskipun melakukan 'bakar uang'.

Sebelumnya, CEO Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro mengatakan, investor akan mengurangi porsi pendanaan ke startup karena likuiditas berkurang. Langkah ini utamanya dilakukan oleh investor luar negeri. 

Sedangkan pengetatan likuiditas terjadi karena dua faktor, yakni:

  1. Kebijakan moneter bank sentral di banyak negara 
  2. Perang Rusia dan Ukraina yang berpengaruh terhadap suplai 

Dia memperkirakan, pengetatan likuiditas itu terjadi dalam satu sampai dua tahun. “Saya tidak tahu juga. Ini perkiraan saja,” ujar Eddi kepada Katadata.co.id, akhir bulan lalu (27/5). 

Ia juga memperkirakan masih banyak sektor yang menarik untuk dilirik, seperti e-commerce, fintech, kuliner (foodtech), kesehatan (healthtech), atau pendidikan (edutech). 

Namun, setiap investor, terutama modal ventura memiliki mandat yang berbeda. Ada yang berfokus mendanai startup fintech. Ada juga yang terbuka untuk semua sektor.

Oleh karena itu, investor akan lebih memerhatikan kemampuan startup untuk bertahan dan mencetak keuntungan, sebelum berinvestasi. Dengan begitu, ciri-ciri perusahaan rintisan yang diminati oleh investor saat likuiditas kering yakni:

1. Sudah siap untuk mencetak keuntungan atau arus kas positif

“Lebih ke startup yang sudah mature untuk dapat profit dan cashflow positif,” katanya.

2. Berada pada tahap growth stage

“Kalau early stage berisiko,” tambah Eddi.

3. Memiliki exit strategy yang jelas

Exit strategy adalah pendekatan yang direncanakan untuk mengakhiri investasi dengan cara yang akan memaksimalkan keuntungan dan/atau meminimalkan kerugian. Ini bisa berupa IPO, merger, atau akuisisi.

“Apakah mau mencatatkan saham perdana alias IPO atau yang lain, itu harus jelas. Sekarang sudah lebih selektif, tidak seperti empat atau delapan tahun lalu,” ujar dia.

“Saat likuiditas seperti sekarang ini, investor lebih konservatif. Sama seperti saham. Saat uang sedang susah (didapat), ya ke saham blue chip. Kalau uang banyak, ya ke saham ‘gorengan’, tidak ada salahnya,” tambah dia.

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan