Startup Masif PHK, Membangun Bisnis Digital di Indonesia Makin Sulit?

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/AWW.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Lenny Septiani
19/8/2022, 19.25 WIB

Startup di Indonesia masif melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tahun ini. Namun, CEO Paxel Zaldy Ilham Masita menilai bahwa kondisi ini bukan berarti membangun perusahaan rintisan di bidang digital semakin sulit.

Pandemi corona justru mempercepat proses product-market fit. “Dulu mungkin kami butuh dua tahuntapi kini dalam hitungan bulan,” kata Zaldy dalam webinar Fenomena Bubble Burst: Jalan Terjal Starup Indonesia, Jumat (19/8).

Product Plan mendefinisikan product-market fit sebagai konsep atau skenario ketika para pelanggan suatu perusahaan mau membeli, menggunakan, dan menyebarkan informasi tentang suatu produk.

Jika itu terjadi pada banyak pelanggan suatu bisnis, maka akan mampu mendukung pertumbuhan perusahaan dan meningkatkan keuntungan.

Profesor Thomas R Eisenmann dari Harvard Business School pun mengungkapkan, 90% startup gagal karena produk/layanan yang dikembangkan tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.

Riset CB Insights juga menunjukkan bahwa 42% startup gagal karena tidak berhasil menemukan product-market fit.

Selain mempercapat product-market fit, menurutnya pandemi Covid-19 membuat biaya menggaet konsumen menjadi lebih murah. Sebab, pandemi corona mendorong banyak orang berdiam diri di rumah.

Itu artinya, mereka membutuhkan layanan yang membantu mereka memenuhi kebutuhan sehari-sehari dari jarak jauh. Teknologi dapat mengatasi persoalan ini.

Alhasil, ada semakin banyak orang yang otomatis merambah layanan digital saat pandemi corona. Rinciannya dapat dilihat pada Databoks di bawah ini:

CEO Mekari Suwandi Soh menambahkan, para pendiri startup harus optimistis di tengah kondisi ekonomi saat ini. “Selalu antisipatif, menjadi gesit (agile), dan fleksibel,” katanya.

Co-Founder sekaligus Managing Partner di Ideosource dan Gayo Capital Edward Ismawan pun pernah mengatakan bahwa maraknya PHK bukanlah akhir dari masa keemasan startup.

“Kalau yang dimaksud dari definisi ‘masa emas’ adalah kondisi bubble atau bullish, bukan berarti masa keemasan startup sudah berakhir,” kata Edward kepada Katadata.co.id, pada Juni (12/6).

“Kondisi bullish dan bearish atau koreksi pasar sudah biasa terjadi di pasar modal dan juga investasi di private companies. Kalau kita ingat pada akhir 1999 dan awal 2000 terjadi market crash di investasi startup, namun pada periode berikutnya terjadi startup boom pada waktu yang tepat juga,” tambah dia.

Hal senada diungkapkan oleh CEO Lippo Karawaci sekaligus Direktur Lippo Group John Riady. Ia tetap optimistis terhadap potensi startup Indonesia.

Ia pun percaya bahwa potensi startup di Indonesia akan besar pada masa depan. "Sektor ini akan tumbuh 1.000 kali lipat, jadi opportunity value creation terbesar," kata dia dalam keterangan pers, pada Mei (19/5).

Reporter: Lenny Septiani