Investor Cina Heran 3 Sektor Startup Indonesia Masih Didanai Investor

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Warga mengamati aplikasi-aplikasi startup yang dapat diunduh melalui telepon pintar di Jakarta, Selasa (26/10/2021).
Penulis: Desy Setyowati
14/9/2022, 06.00 WIB

Sejumlah investor Cina disebut-sebut menilai bahwa Indonesia kekurangan startup menjanjikan. Mereka juga dikabarkan heran perusahaan rintisan di tiga sektor masih didanai oleh investor.

Momentum Works melaporkan, sejumlah General Partners perusahaan modal ventura asal Cina berkunjung ke Indonesia dalam rangka Next Indonesia Unicorn (NextIcorn) di Bali pada 31 Agustus – 2 September. Namun, mereka tidak memerinci nama maupun perusahaan yang dimaksud.

Momentum Works adalah perusahaan yang berpusat di Singapore dan berfokus mengembangkan kerja sama strategis di bidang teknologi di seluruh dunia.

“Kami merasa pasar penuh dengan peluang, tetapi kekurangan proyek atau perusahaan yang benar-benar dapat kami investasikan,” kata sejumlah General Partner perusahaan modal ventura Cina dikutip dari laporan Momentum Works, Selasa (13/9).

General Partner adalah orang yang bertanggung jawab atas operasi praktis perusahaan modal ventura. Tugasnya mencakup perencanaan arah investasi dan merekrut limited partners untuk menyediakan dana.

Ketika dana sudah dikumpulkan, General Partner akan mencari proyek investasi. Mereka berhak menerima biaya manajemen 1,5% - 2,5% setiap tahun dari total investasi perusahaan modal ventura.

Momentum Works melaporkan, alasan investor Cina menilai bahwa Indonesia kekurangan startup potensial, karena banyak sektor atau model bisnis yang terbukti tidak berfungsi di Negeri Tirai Bambu.

“Sangat sulit bagi mereka untuk meyakinkan investment committee atau IC bahwa model bisnis yang sama akan berhasil di Indonesia. Utamanya, dengan pasar yang kurang matang, persoalan infrastruktur dan gesekan yang jauh lebih besar,” demikian dikutip.

Momentum Works mengatakan, para investor asal Cina itu pun bertanya-tanya tentang alasan startup social commerce, dark stores, dan rantai pasok business to business (B2B) di Indonesia masih mendapatkan pendanaan.

Dark stores merujuk pada perusahaan e-commerce yang menyediakan toko offline. Biasanya, toko mereka tersedia di perkotaan.

Namun, para investor Tiongkok itu yakin bahwa ada banyak peluang terkait startup sektor konsumtif dan teknologi finansial (fintech) di Indonesia dan Asia Tenggara.

“Untuk mengeksplorasinya dengan benar, dan berhasil, banyak upaya diperlukan. Investor perlu menyaring perusahaan solid atau yang mampu bertahan dari gelembung startup atau bubble burst,” demikian dikutip.

CEO BRI Ventures Nicko Widjaja pun mengatakan, ada petinggi beberapa startup yang hampir mati datang ke acara NexiCorn. Disebut hampir mati karena runway kurang dari dua sampai tiga bulan.

Runway adalah jumlah waktu yang dimiliki startup sebelum kehabisan uang.

“Mereka berfoto selfie dengan investor, pejabat, dan lainnya. Bagaimana orang-orang ini masih mampu untuk pergi alih-alih menyelesaikan masalah mereka,” kata Nicko melalui akun LinkedIn-nya, pekan lalu.