AirAsia menawarkan pekerjaan penuh waktu dengan gaji bulanan minimum RM 3.000 atau sekitar Rp 10 juta untuk pengemudi taksi dan ojek online di Malaysia. Maskapai penerbangan ini siap masuk ke pasar Indonesia, serta bersaing dengan Gojek dan Grab.
Regional CEO AirAsia Ride Lim Chiew Shan mengatakan, layanan berbagi tumpangan alias ride-hailing Capital A akan merambah pasar Indonesia, tepatnya Bali. Layanan ini akan tersedia paling lambat November.
AirAsia memang berganti nama menjadi Capital A Berhad. “AirAsia sangat bersemangat dalam hal memperluas jangkauan layanan transportasi online sejak pertama kali diperkenalkan setahun lalu,” demikian dikutip dari laporan Tech Wire Asia, Rabu (14/9).
Jika jadi hadir di Indonesia, AirAsia akan bersaing dengan Gojek, Grab, dan Maxim dalam menyediakan layanan taksi online. Namun belum diketahui apakah perusahaan bakal menerapkan sistem pegawai di Indonesia, seperti yang mereka lakukan di Malaysia.
Sebab di Indonesia, perusahaan berbagi tumpangan seperti Gojek dan Grab masuk dalam kategori aplikasi. Ini artinya, diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Di Indonesia, pengemudi taksi dan ojek online bersifat kemitraan, bukan karyawan tetap. Operasional pengemudi sebagai mitra diatur oleh perusahaan.
“Kalau tidak patuh, perusahaan langsung mendisiplinkan lewat aplikasi. Ini membuat pengemudi sulit menerima order,” kata Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO) Taha Syafariel kepada Katadata.co.id, awal tahun lalu (23/3/2021).
“Kalau penumpang tidak puas, bisa mengadu dan akun mitra ditangguhkan (suspend),” tambah dia.
Oleh karena itu, ADO berharap pengemudi taksi dan ojek online di Indonesia bisa menjadi karyawan. Taha mengatakan, asosiasi pernah mengkaji potensi ini. “Tetapi, kami bisa membayangkan akan sulit karena (sepertinya) tidak dapat dukungan banyak pihak,” ujar Taha.
Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono juga berharap, pengemudi ojek online di Tanah Air bisa menjadi karyawan. Ia usul agar perusahaan aplikasi membuat dua skema yakni mitra dan karyawan.
Ia mencontohkan, pengemudi yang menjadi mitra selama satu atau dua tahun dengan prediksi baik atau tanpa banyak keluhan, maka bisa mengajukan diri menjadi karyawan.
“Ini agar kesejahteraan dan jaminan bekerja terjamin dengan adanya sistem pengupahan karyawan,” kata dia kepada Katadata.co.id, tahun lalu.
Apalagi, UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tidak mengatur hubungan kerja berupa mitra. Alhasil, perlindungan dan kesejahteraan mitra pengemudi tak diatur di UU ini.
Sedangkan penghasilan pengemudi taksi dan ojek online di Indonesia dihitung berdasarkan jarak tempuh dan insentif dari perusahaan. Tarif per kilometer diatur oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi pernah mengatakan, wacana mengubah status pengemudi taksi dan ojek online dari mitra menjadi karyawan pernah dibahas. Rencana ini muncul karena Gojek dan Grab merekrut banyak mitra.
Kementerian pun membahas potensi perubahan status itu ketika merancang peraturan tentang taksi online pada 2017. Aturan itu kemudian dicabut oleh Mahkamah Agung (MA).
Lantas, hal itu dibahas lagi saat Kemenhub mengkaji Permenhub Nomor 118 Tahun 2018. “Saat itu pernah diwacanakan. Kalau merekrut (mitra pengemudi) seperti menarik karyawan. Itu sudah dibahas, tapi tidak bisa,” katanya kepada Katadata.co.id, pada September 2019.
Gojek dan Grab bukan murni perusahaan transportasi. Kedua startup bervaluasi lebih dari US$ 10 miliar ini merupakan penyedia layanan on-demand. Oleh karena itu, bisnis mereka berada di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Sedangkan mantan Menteri Kominfo Rudiantara sempat menjelaskan, status pengemudi taksi ataupun ojek online tergantung pada ekosistem layanan. “Tergantung model bisnis yang mau dipakai dan ekosistemnya,” kata dia di Jakarta, September 2019.
Di Indonesia, Gojek dan Grab merupakan pengembang aplikasi super (superapp). Alhasil, layanannya bukan hanya berbagi tumpangan, tetapi juga logistik, pesan-antar makanan, fintech hingga konten digital.
Oleh karena itu, kedua decacorn tersebut disebut sebagai perusahaan aplikasi, bukan transportasi. Pengemudinya pun disebut mitra, bukan karyawan.