Pangkas Biaya Sewa Jadi 15%, Kemenhub Diprotes Aplikator & Driver Ojol

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.
Pengemudi ojek online melintas di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Jumat (9/9/2022).
Penulis: Lenny Septiani
27/9/2022, 16.35 WIB

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memangkas biaya sewa aplikasi ojek online dari maksimal 20% menjadi 15%. Namun, kementerian justru diprotes oleh aplikator dan pengemudi ojol.

Alasannya, pengemudi ojol ingin biaya bagi hasil maksimal 10%. Selain itu, asosiasi ojek online mencatat bahwa ada aplikator yang menerapkan biawa sewa aplikasi lebih dari 15%.

Biaya itu diambil oleh aplikator dari setiap transaksi yang dilakukan oleh ojek online di platform. Misalnya, tarif perjalanan Jakarta Barat ke Jakarta Utara Rp 40.000, maka aplikator mengambil biaya sewa aplikasi maksimal 15% dari nilai ini.

Sedangkan aplikator menilai, Kemenhub tidak memiliki alasan dalam menetapkan persentase biaya bagi hasil. “Kalau memang ini mau diterapkan pemerintah, maksudnya apa?” kata Business Development Manager Maxim Indonesia Azhar Mutamad kepada Katadata.co.id, Selasa (27/9).

Menurutnya, biaya bagi hasil merupakan harga jual layanan masing-masing aplikator. “Kalau ini ditentukan (oleh Kemenhub), ini menjadi pertanyaan. Tarif, syarat, dan kuota diatur. Sekarang potongan juga,” katanya.

Padahal, biaya bagi hasil merupakan sumber pendapatan utama aplikator. Ia khawatir bahwa ketetapan ini membuat industri berbagi tumpangan over regulated, sehingga banyak pemain yang bangkrut.

“Kalau pemerintah memaksakan harus tetap menyediakan layanan transportasi online, pemerintah mau memberikan subsidi untuk kami (aplikator)?” ujarnya.

Dia berharap, pemerintah lebih bijak dan melihat bahwa bisnis berbagi tumpangan membuka peluang kerja bagi banyak orang, mempermudah bisnis UMKM.

“Tolong dilihat secara komprehensif. Jangan karena satu pihak saja sehingga harus diikuti,” kata Imam. “Jika mitra driver merasa keberatan dengan potongan, mereka punya pilihan untuk bekerja dengan aplikasi lain.”

Di satu sisi, pengemudi ojek online mengeluhkan adanya aplikator yang menerapkan biaya bagi hasil lebih dari 15%. Katadata.co.id mengonfirmasi keluhan ini kepada Gojek dan Grab. Namun, belum ada tanggapan.

“Para pengemudi ojek online masih dibebankan biaya potongan aplikasi 20%,” kata Ketua Presidium Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono kepada Katadata.co.id, Senin (26/9).

Namun, ia tidak memerinci aplikator yang dimaksud. Dia pernah mengatakan bahwa ada dua perusahaan berbagi tumpangan besar yang mengenakan biaya bagi hasil 20%, sebelum ada ketetapan baru dari Kemenhub.

Sedangkan dua penyedia layanan ojek online yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah Gojek dan Grab, sebagaimana terlihat pada Databoks di bawah ini:


Selain itu, ia berharap biaya bagi hasil maksimal 10%. Besaran ini dinilai relevan untuk mengimbangi kenaikan harga BBM.

Kemenhub menetapkan biaya bagi hasil maksimal 15% saat penerapan kenaikan tarif ojek online. Tujuannya, untuk mengimbau kenaikan harga BBM.

Direktur Jenderal Hubungan Darat Kemenhub Hendro Sugiatno menyampaikan, kementerian akan berkoordinasi terlebih dulu dengan Gojek, Grab, Maxim dan perusahaan sejenis lainnya. “Kami bakal mengomunikasikan dulu dengan perusahaan ojek online soal bagaimana kesejahteraan mitra pengemudi,” ujar dia kepada Katadata.co.id.

Reporter: Lenny Septiani