Saat banyak startup masuk sektor transportasi, teknologi keuangan, dan perdagangan daring, Chendy Jaya memilih jalan lain. Bersama Joseline Olivia dan Stefanus Hodi, dia membangun perusahaan rintisan yang memfasilitasi sektor manufaktur mulai dari desain hingga produksi massal. Namanya Imajin di bawah bendera PT Mygrowtek Jaya Imajin.

Sebelum membangun Imajin, pria lulusan jurusan teknik ini bekerja di perusahaan konsultan manufaktur di Malaysia. Di sini, Chendy membantu kliennya untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dengan bantuan teknologi.

Berangkat dari pengalaman di bidang konsultan inilah Chendy memulai Imajin pada 2014 dengan bisnis percetakan tiga dimensi (3D printing). Usaha 3D printing ini merupakan salah satu model bisnis-ke-konsumen atau B2C di bidang manufaktur. B2C merupakan model yang umum di antara startup.

Platform Imajin juga menghubungkan perusahaan-perusahaan untuk proyek atau bahan baku. Startup yang bermarkas di Kabupaten Tangerang, Banten, ini pun membantu usaha-usaha kecil untuk memperoleh pendanaan.

Sejak 2019, Chendy dan timnya memutuskan untuk menggeser fokus Imajin ke model bisnis-ke-bisnis atau B2B. “Kami sadar bahwa kekuatan kami di B2B,” kata Chendy saat berbincang-bincang dalam program Impacttalk beberapa waktu lalu. [Perbincangan lengkap program Impacttalk tersebut bisa dililhat pada link berikut ini]

“Kami sudah tahu cara mainnya para pebisnis manufaktur. Akhirnya kami balik lagi ke sana,” ujarnya. “Kami bawa sesuatu yang memang membantu mereka. Itu yang akan membuat kami tumbuh.”

Setelah membangun dan memimpin Imajin sejak 2014, Chendy Jaya mengatakan bahwa kunci bagi perusahaan rintisan adalah kemampuan beradaptasi yang baik. Hal ini berbuah dengan meraih proyek dari sejumlah klien, termasuk perusahaan manufaktur onderdil otomotif PT Chemco Harapan Nusantara dan startup furnitur PT Kayu Raya Indonesia atau Fabelio.

Dalam mengembangkan bisnisnya, Imajin telah memperoleh pendanaan tahap pre-seed dari Init-6 dengan jumlah yang tidak diumumkan. Ini merupakan perusahaan pendanaan tahap awal yang dibentuk Achmad Zaky, pendiri lokapasar PT Bukalapak. Imajin memanfaatkan dana ini untuk mengakselerasi digitalisasi di industri manufaktur melalui ekspansi pasar dan pengembangan produk baru.

Selain berkiprah di sektor swasta, Imajin masuk program pemerintah. Pada 2021, Kementerian Perindustrian menunjuk Imajin sebagai pusat manufaktur dalam program Startup4Industry.

Salah satu fungsi pusat manufaktur ini yakni menghubungkan pemilik merek, paten, atau desain dengan usaha kecil dan menengah untuk membuat produk dengan skala yang besar. Hingga kini, Imajin memiliki lebih dari 400 mitra pabrikan dan 80 pelanggan.

Menghadapi Tantangan di Sektor Manufaktur

Chendy mengatakan bahwa model B2C seperti 3D printing di sektor manufaktur menghadapi tantangan dari segi budaya riset dan pengembangan yang minim. Indonesia cenderung menjadi lokasi produksi, seperti di pabrik elektronik dan otomotif. Sementara itu, desain produk biasanya terjadi di negara lain, seperti Jepang dan Korea Selatan.

Karena masih berada di tahap awal, tantangan tersebut mendorong Imajin untuk berpaling ke model B2B. Namun, perusahaan rintisan ini berencana untuk kembali melanjutkan model B2C-nya dalam dua atau tiga tahun mendatang.

“B2C belum siap. Makanya hulunya dulu, baru nanti hilirnya,” kata Chendy. Dia menambahkan bahwa perusahaan rintisan di tahap awal harus memilih bisnis yang bisa membuat perusahaan bertahan karena tidak bisa ‘membakar uang.’

Membiasakan penggunaan perangkat digital di perusahaan manufaktur juga menjadi tantangan. Menurut Chendy, walaupun manajer menyukai digitalisasi, tim operasional cenderung menyukai pencatatan manual atau pen and paper. Mengubah kebiasaan ini membutuhkan waktu satu hingga dua bulan.

Chendy menambahkan bahwa mentor dapat membantu ketika perusahaan rintisan menghadapi tantangan atau masalah. Untuk Imajin, dia juga belajar dari rekan-rekannya, termasuk dari perusahaan ojek daring Gojek.

“Mentor itu sangat diperlukan, secara formal atau nonformal,” kata Chendy. “Mentor akan membuat untuk bisa terus bergerak.”

Imajin tengah berekspansi ke sejumlah kota di Pulau Jawa dan Batam. Perusahaan juga tengah mempertimbangkan untuk masuk pasar Jepang setelah melakukan serangkaian kunjungan ke Negeri Sakura tersebut.

Dalam beberapa pemberitaan disebutkan bahwa pada semester pertama kemarin kontrak Imajin melesat hampir sepuluh kali dibandingkan dua tahun sebelumnya. Dan salah satu fitur yang baru dirilis yakni Quick Note berbasis AI. Fitur ini dapat mendeteksi file 3D dan menaksir harga barang secara instan.

Reporter: Dzulfiqar Fathur Rahman